Selasa, 22 Januari 2019

A LETTER TO MY FUTURE HUSBAND

Tuhan tidak pernah mudah perihal persoalan ini kepadaku, mungkin prosesku masih panjang. Aku ingat, aku hanya meminta pasangan yang akan menemani hingga akhir hayat. Jadi bisa jadi, Dia menyimpanmu hingga saat yang benar - benar tepat. 

Alam bertanya "ingin yang seperti apa?"
Di dalam otakku sudah terdaftar bagaimana perawakannya atau bagaimana kepribadiannya, namun saat aku ingin menyebutkannya, mulutku terdiam

Kemudian mulutku berkata "Tidak tau, aku hanya bisa merasakannya, tapi tidak bisa mengutarakannya."

Alam berkata "baiklah, lihat saja nanti."

Lalu aku tertunduk membayangkan hal lainnya... dan mulai merangkai kata

Begini kata - katannya




Teruntuk teman hidupku,




Sepanjang hidupku, aku sering melihat pertengkaran. Dari yang sederhana, besar, hingga berujung dengan kata "cerai". Pertengkaran ini aku saksikan semenjak aku kecil, hingga cukup dewasa seperti sekarang ini. Jika semasa kecil aku akan menangis meraung - raung mendengar perdebatan dalam keluarga, maka setelah cukup dewasa seperti sekarang nalarku mulai berjalan dan aku berifikir

apakah nanti kita akan sering bertengkar?

Taruhlah, iya. Tapi jika benar terjadi pertengkaran balutlah dengan tujuan saling mengasihi, bukan pertunjukan ego sesaat yang akan menyakiti satu sama lain.

Mungkin iya apabila ada saat dimana kita saling menyakiti, tapi aku berharap yang akan menyembuhkan sakit hatiku adalah dirimu, dan yang menyembuhkan sakit hatimu adalah aku. 

Berkomuikasilah selalu, utarakan apa yang kau ingin utarakan, karena aku tidak akan pernah bosan. 

Orang - orang selalu berkata dan bertanya, akan se kasar apa aku apabila bersama dengan teman hidupku, namun aku tau pasti, yang keras hati akan dilunakkan, yang tinggi hati akan direndahkan, yang tidak peduli dibalas kepedulian. 

Jangan saling meninggalkan, saling melindungi dari luar, saling mengoreksi dari dalam, pahami dulu diskusi kemudian. Jangan bersuara keras, jangan melakukan kekerasan, jangan utamakan kemarahan, malahan tawarkan waktu perenungan. 

Aku masih belum sempurna dan mungkin tidak akan menjadi sempurna. Tapi aku masih berusaha untuk menjadi teman hidupmu yang baik. Aku akan bekerja keras membanggakan orang tuaku secara finansial, aku akan belajar dengan baik untuk menjadi lulusan yang berkualitas, aku akan berusaha membiasakan diri dengan pekerjaan rumah, aku akan berusaha memahami sanubari dengan segala kekacauannya, karena yang akan menjadi air hidupmu nanti adalah aku.

Air hidup, yang memberi kehidupan, ketegasan, dan ketenangan. 

Bekerjasamalah denganku nanti, tertawalah denganku nanti, berdoalah denganku nanti, berdebatlah denganku nanti, menangislah denganku nanti, menualah bersamaku nanti. 

Sampai bertemu

Dari satu - satunya teman hidupmu