Rabu, 20 Februari 2019

Bukan Semburat Elegi

Perempuan, Titania namanya. Berjalan dengan tertunduk lesu, menenteng kantong plastik menuju rumahnya.


"Kenapa Ti?" Tanya ibu Tita sesampainya ia kerumah.

"Ibu, maaf, hari ini ulang tahun ibu, tadi Tita ingin membelikan ibu rambutan. Tapi sudah setengah jalan Tita berjalan, ada sepeda motor yang lewat dan mengenai kantong plastik ini, buah rambutan tadi terjatuh, berserakan di jalan, ada yang terlindas kendaraan lain, ada yang jatuh ke parit. Hanya sebagian kecil ini yang bisa Tita selamatkan. Maaf ya Ibu."

Ibu nya memandang Tita dengan penuh rasa sukacita sekaligus iba. Iba seakan teringat bahwa gadis kecilnya sudah tidak memiliki Ayah. Sementara itu, Tita harus ikut merasakan kesusahan semenjak kecil.

Tanpa ingin berbasa-basi, sang ibu mendekati Tita, mengambil kantong plastik itu, sambil tersenyum lebar dan berkata

"Ini sudah lebih dari cukup. Tita ada disini bersama Ibu sudah lebih dari cukup, mari kita makan bersama."

Ibu dan anak ini, menyantap buah rambutan yang hanya tinggal beberapa biji itu bersama-sama, sambil tertawa-tawa, dan bernyanyi-nyanyi. Kebetulan suara sang Ibu indahnya bukan main, lagu yang dinyanyikannya pun juga indah bukan main, begini bunyinya


Lihat rembulan

Lihat matahari

Sinarnya terang menerangi mu beserta samudera

Lihat bintang - bintang

Lihat kunang - kunang

Sinarnya kecil namun menyatu menerangimu beserta angkasa

Lihat dirimu

Lihat hatimu

Sinarmu besar menerangiku

Jangan takut

Jangan gelisah

Pegang tanganku langkahkan kaki terangi jagad semesta

Ini bukan elegi

Hanya senandung penghiburan

Kau milik ku, apalagi yang kupinta? Tidak ada

Kau cahaya hatiku.







Kez
Ditulis diperpustakaan kampus, diiringi petikan gitar monoman yang menyembuhkan hati, sambil teringat Ibuku dan cita-citaku. 

Selasa, 22 Januari 2019

A LETTER TO MY FUTURE HUSBAND

Tuhan tidak pernah mudah perihal persoalan ini kepadaku, mungkin prosesku masih panjang. Aku ingat, aku hanya meminta pasangan yang akan menemani hingga akhir hayat. Jadi bisa jadi, Dia menyimpanmu hingga saat yang benar - benar tepat. 

Alam bertanya "ingin yang seperti apa?"
Di dalam otakku sudah terdaftar bagaimana perawakannya atau bagaimana kepribadiannya, namun saat aku ingin menyebutkannya, mulutku terdiam

Kemudian mulutku berkata "Tidak tau, aku hanya bisa merasakannya, tapi tidak bisa mengutarakannya."

Alam berkata "baiklah, lihat saja nanti."

Lalu aku tertunduk membayangkan hal lainnya... dan mulai merangkai kata

Begini kata - katannya




Teruntuk teman hidupku,




Sepanjang hidupku, aku sering melihat pertengkaran. Dari yang sederhana, besar, hingga berujung dengan kata "cerai". Pertengkaran ini aku saksikan semenjak aku kecil, hingga cukup dewasa seperti sekarang ini. Jika semasa kecil aku akan menangis meraung - raung mendengar perdebatan dalam keluarga, maka setelah cukup dewasa seperti sekarang nalarku mulai berjalan dan aku berifikir

apakah nanti kita akan sering bertengkar?

Taruhlah, iya. Tapi jika benar terjadi pertengkaran balutlah dengan tujuan saling mengasihi, bukan pertunjukan ego sesaat yang akan menyakiti satu sama lain.

Mungkin iya apabila ada saat dimana kita saling menyakiti, tapi aku berharap yang akan menyembuhkan sakit hatiku adalah dirimu, dan yang menyembuhkan sakit hatimu adalah aku. 

Berkomuikasilah selalu, utarakan apa yang kau ingin utarakan, karena aku tidak akan pernah bosan. 

Orang - orang selalu berkata dan bertanya, akan se kasar apa aku apabila bersama dengan teman hidupku, namun aku tau pasti, yang keras hati akan dilunakkan, yang tinggi hati akan direndahkan, yang tidak peduli dibalas kepedulian. 

Jangan saling meninggalkan, saling melindungi dari luar, saling mengoreksi dari dalam, pahami dulu diskusi kemudian. Jangan bersuara keras, jangan melakukan kekerasan, jangan utamakan kemarahan, malahan tawarkan waktu perenungan. 

Aku masih belum sempurna dan mungkin tidak akan menjadi sempurna. Tapi aku masih berusaha untuk menjadi teman hidupmu yang baik. Aku akan bekerja keras membanggakan orang tuaku secara finansial, aku akan belajar dengan baik untuk menjadi lulusan yang berkualitas, aku akan berusaha membiasakan diri dengan pekerjaan rumah, aku akan berusaha memahami sanubari dengan segala kekacauannya, karena yang akan menjadi air hidupmu nanti adalah aku.

Air hidup, yang memberi kehidupan, ketegasan, dan ketenangan. 

Bekerjasamalah denganku nanti, tertawalah denganku nanti, berdoalah denganku nanti, berdebatlah denganku nanti, menangislah denganku nanti, menualah bersamaku nanti. 

Sampai bertemu

Dari satu - satunya teman hidupmu

Jumat, 02 Januari 2015

Shine.



2010, Genoa
Perlahan, detak  jantungnya mulai melambat seiring dengan detik jam yang menempel di dinding. Aku berada di luar ruangan yang penuh dengan alat-alat mengerikan itu, sendiri dalam sepi,sunyi, dan dingin malam yang menusuk. Tanpa beralaskan kaki, air mata bercucuran deras, dengan harapan melayang tinggi “tolong, jangan ambil ibuku.”
Pengelihatan itu begitu menakutkan, sampai pada akhirnya 1 orang dewasa keluar dari ruangan itu dan berkata,
ibuku telah tiada.
***
2014, Genoa
Sudah 4 tahun yang lalu sejak ibuku tiada. Semenjak saat itu tidak ada 1 pun hal yang lebih kuperhatikan. Ibu telah mengajarkanku banyak hal. Hidup ini sudah begitu cacat saat aku dilahirkan kedunia, kenyataan bahwa aku anak yang dilahirkan dari hubungan di luar pernikahan, membuat hidupku buruk dari hari ke hari.Ibuku berjuang seorang diri untuk menghidupiku, melarikan diri dari kediaman Ayahku, menetap, dan akhirnya membangun kehidupan di sini. Bahkan ibu tidak pernah berkata apapun tentang Ayahku, aku dilarikan saat masih bayi berumur 3 bulan, alasan mengapa ibuku melarikan diri adalah ibuku takut aku akan diambil oleh Ayahku dan istri sahnya, tidak ada hal lain yang diceritakan ibu, bahkan Ayahku siapa, ia tinggal dimana akupun tidak mengetahuinya, sampai sekarang. Tanpa adanya Ibu di sisiku, aku bahkan tak tahu kemana harus melangkah.
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 5 lebih 45 menit di pagi hari, aku berkemas karena aku harus menjalani kelas pagi. Mengambil dasi dan memakainya di depan kaca, sebelum aku selesai memakaikan dasi di leherku berbunyilah bel flatku.
“Norin! Ayo berangkat, kita akan terlambat masuk kelas jika pergerakanmu lambat seperti siput di dalam jelly.”
Aldira. Satu satunya manusia di dunia ini, yang aku percayai untuk masuk ke dalam dunia kacauku ini, mengetahui hal busuk dalam latar belakangku, betapa tidak bergunanya aku, dan satu satunya orang yang pernah berbagi kesedihan dan kesenangan di dalam hidupku, setelah Ibuku.
“Tunggulah sebentar.” Sahutku lembut.
Ku ambil tas yang sudah kusiapkan, meminum segelas coklat panas yang juga sudah kusiapkan, memakai sepatu hitam di dekat almari, dan mencium kening Ibuku di dalam sebuah bingkai foto.
“Ibu aku berangkat sekolah dulu, Ibu baik baik ya.” Kataku pelan
“Norin Isabel Wensley!!” teriak suara perempuan dari luar
Aku bergegas membuka pintu, dan berniat membungkam mulut Al
“Iya, ini aku. Mengapa kau begitu terburu-buru, waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi, ada apa denganmu?” Gerutuku di depan Al.
“Tidak. Tidak ada yang salah, aku hanya ingin kabur dari rumah, pagi sekali Ayahku membangunkan seisi rumah karena merasa kehilangan manekin rekayasa lingkungannya. Seperti biasa, aku adalah orang pertama yang dipastikan akan kabur dari rumah.” Celotehnya
“Lalu, apakah manekin Ayahmu dapat ditemukan?”
“Entah, siapa peduli.
Ayo!”
Al memang selalu begitu. Di dalam kehidupannya kata keluarga hanyalah formlitas, entah apa yang membuatnya begitu dirugikan oleh Ayahnya, namun, ia selalu memberontak setiap kali Ayahnya berbuat sesuatu yang tidak disukainya. Andaikan saja aku ada di posisi Al, aku tidak akan pernah menyia-nyiakan kehidupan karena aku memiliki Ayah.
***
La Liguini School, Genoa
“Sudahkah kau mendengar, bahwa kita akan kedatangan murid baru?”
“Siapa, siapa?”
“Akupun tak tahu, tapi kabarnya ia seorang pelajar dari Manchester.”
“Apakah ia perempuan atau pria?”
“Pria!”
Seisi kelas terlihat gaduh dan berisik, setidaknya itulah yang dapat kudengarkan. Seorang anak baru akan datang dan hadir di kelasku.
“Kau nampak tidak tertarik, Norin bangunlah! Seorang pria, pindahan dari Manchester, akan menjadi teman kita.”
Al mencoba merayuku untuk nampak tertarik dalam kondisi ini.
“Tidak.” Sahutku singkat
“Aaaaaaaah, kau ini, bagaimana caranya kau akan memiliki kekasih bila hatimu sekeras batu! Mendengar kata pria saja kau itu tampak datar, bagaimana kau akan merasakan sebuah romansa?”
“Berhenti mengatakan hal konyol seperti itu, jika memang ada seorang pria pindahan dari Manchester biarkanlah ia bergabung, apa hal dan masalah denganku? “
“Hah, susah berbicara denganmu, kutubuku!”
Al mengatupkan mulutnya keras keras, dan mulai menata rambutnya seperti biasa. Dan aku melanjutkan untuk membaca buku materi di dalam genggamanku.
Bel kelas berbunyi, seketika hening.
Mrs. Samantha memasuki ruangan membawa beberapa buku, dan...
“Selamat pagi class?”
“Pagi.”
Aku menatapnya.
“Bagaimana kabar kalian di hari ini?”
Aku masih menatapnya.
“Baik.” “Tidak begitu baik.” “Luar biasa.” “Melelahkan.” “Biasa saja.”
Aku tidak menghiraukan kelas lagi.
“Baik lah, pasti kalian telah mendengar rumor rumor yang beredar. Memang benar, kalian mendapatkan teman baru, biarkan ia memperkenalkan dirinya. Silakan...”
“Selamat pagi.”
“Pagi.” Serentak kelas menjawabnya, akupun iya.
“Perkenalkan, nama saya, Zedd Dimitri Brown. Kalian bisa memanggil saya dengan sebutan Zedd. Saya berasal dari IOA School of Manchester. Saya berharap dapat menjalin pertemanan bersama kalian dengan baik.” Ia menutup perkenalan singkatnya dengan senyuman .
Aku merasa tidak asing, tapi entahlah, aku terus menatapnya.
“Baik, terimakasih Zedd, adakah hal yang ingin ditanyakan kepada Zedd?”
Mark melambaikan tangannya.
Yes Mark.” Mrs. Sam mempersilakan
“Berapa umurmu?”
“19.”
“Wah tua sekali.” Sahut Yeslin di belakang.
Aku seketika heran mengapa seorang yang berumur 19 tahun duduk di bangku sekolah dengan kami yang berumur 17 tahun.
“Yeslin, jaga bicaramu!” Mrs.Sam menegur
“Maafkan, anak-anak kelas ini Zedd.” Lanjut Mrs. Sam
“Tidak mengapa Mrs. Saya bisa menjelaskannya. Mungkin kalian bertanya-tanya mengapa saya sangat tua untuk bersanding dengan kalian, saya rehat sekolah  selama 2 tahun sejak umur 15 tahun untuk melanjutkan bisnis keluarga saya.”
“Perusahaan apa?” Tambah Rachel
“Perusahaan Diamond Flare.” Jawabnya dengan singkat
            Mengetahui bahwa perusahaan itu adalah perusahaan mega besar, seluruh kelas menjadi gaduh.
            “Ayah saya sakit dan harus beristirahat, karena saya adalah anak tunggal, saya diperintahkan untuk mengatur jalannya bisnis dengan bantuan asisten-asisten Ayah saya.” Lanjutnya
            “Jadi kau orang kaya? Mengapa kau pindah ke kota ini, dan bersekolah di sekolah nasional bersama kami, dan tidak bersekolah di sekolah internasional?”  Timi menyambung
            Tidak ada kekesalan di wajah Zedd, dia tetap tersenyum. Sedangkan Mrs. Sam mulai tampak kesal.
            “Itu bukan sesuatu yang penting bagi saya. Lagipula saya datang ke kota ini karena ada urusan keluarga.”
            “Saya rasa cukup! Zedd terimakasih banyak, silakan duduk ditempat yang kosong, dan buka buku Physic kalian halaman 224.” Sela Mrs. Sam dengan cepat
            Zedd duduk di depan meja guru karena di situlah tempat satu-satunya yang dapat ia duduki.
***
            “Nor,apakah menurutmu dia tampan?” Al kembali menanyakan hal konyol
            “Dia siapa?”
            “Zedd, kau pikir siapa lagi?” jawab Al kesal, namun sebenarnya aku mengerti siapa yang ia maksud.
            “Tidak.”
            “Menurutku juga seperti itu.” Aku tekejut, pertama kalinya Al berkata bahwa anak pindahan tidak tampan.
            “Kau yakin?” aku menambahkan
            “Tidak. Mungkin dia itu, emm...mungkin seperti, dia itu..... charming.”  Sudah kuduga, walaupun Al berkata bahwa Zed tidak tampan, tapi ia mengatakan hal yang hampir sama dengan itu.
            charming? Bagaimana bisa? Kau berkata bahwa dia tidak tampan namun dia charming?”
Al merengut, tiba-tiba ia berdiri dan mulai memperagakan sesuatu
            “ dia memang tidak tampan, tapi kau bisa lihat caranya memperkenalkan diri tadi.”
 Ia mulai berulah
 “nama saya Zedd Dimitri Brown”
“ saya rehat sekolah dari umur 15 tahun”
“ itu tidak penting bagi saya.”
Al sungguh gila
            “Apa kalian memanggil namaku?”
 Al terkejut dan terjatuh kebelakang
            “Aduh, sakit!” Al mengusap usap bokongnya, aku membantunya bangun seraya berkata
            “Kau bisa lihat? Dia saaaaaaangaaaat charming.” Aku berkata sambil tersenyum sinis
            “Maaf, kalian memanggil namaku tadi?”
            “Tidak.” Jawab Al cepat
            “Oh, maaf, mungkin saya salah dengar. Bolehkah saya meminta bantuan. Saya tidak tahu dimana kantin sekolah ini, saya sedang kelaparan sekarang, bisakah kalian memberitahu dimana kantin itu? Tenang, saya traktir.”
            “Tentu saja kami mau, ayo Nor.”
Al langsung menarik tanganku, sebenarnya jika tidak terdahului oleh Al, aku ingin menjawab permintaan Zedd, sungguh.
***
            “Apakah kalian bersahabat? Saya melihat kalian berdua selalu bersama?”
Tanya Zedd ditengah-tengah acara makan siang yang dibuatnya
            “Sebenarnya tidak.” Al menjawab
Aku berbelok ke arah Al dengan mata terbelalak.
            “Benarkah itu?” Zedd bertanya lagi
            “Tentu saja. Sesungguhnya kami hanya teman biasa hanya saja aku sangat kasihan melihat Norin selalu menyindiri, akhirnya aku berbaik hati untuk menemaninya, di kelas, di kantin, di rumahnya, mengerjakan tugas bersama, berbelanja, mengh...”
            “Kau bercanda kan?” Zedd memotong omong kosong Al
            “Tentu saja. Maaf, kami memang bersahabat. Aku kenal Norin dengan baik, ia pun juga begitu. Kami sering menghabiskan waktu bersama, namun Norin anak yang kurang senang bergaul, sebenarnya dia anak yang terbuka hanya saja dia pendiam.”
            Aku memutar bola mataku setelah mendengar Al berbicara, ia terdengar seperti ibu yang sedang menceritakan kepribadian anaknya.
            “Bagaimana jika saya menjadi teman atau sahabat barumu?” Zedd bertanya tiba-tiba
            Aku terdiam. Lalu tersadar beberapa detik kemudian
            “Teman iya. Sahabat, kupikir itu akan sulit.” Kataku singkat
            Al tidak berkomentar apapun, mungkin Al tahu mengapa aku berkata seperti itu.
            “Itu tidak dimungkinkan. Soal kau yang pendiam atau tidak senang dengan bergaul, saya bis..”
            “Tidak seperti yang kau bayangkan.” Potongku, tanpa menunggu respon apapun aku menambahkan
            “Baiklah, aku ingin ke perpustakaan, kau mau ikut denganku atau tinggal di sini Al?”  Lanjutku
            Al nampak bingung, namun cepat berkata
            “Maafkan aku, kita bertemu di kelas ok?” katanya kepada Zedd
            Aku melihat dari ujung mataku, Zedd mengangguk dan tersenyum
***     
            “Sampai kapan?”
            “Sampai kapan apa?” Aku menjawab pertanyaan Al, sembari membolak-balikkan halaman majalah yang ada di depanku.
            “Kau. Hidupmu. Apakah kau hanya ingin mempunyai hidup seperti ini saja? Kau tidak ingin membuka diri pada siapapun? Mengapa kau tidak berubah sedari dulu hingga sekarang? Lihat dirimu!”
            Aku tidak ingin menjawab pertanyaan Al, aku tetap membolak-balikkan majalah di depanku, sebelum aku sempat membalikkan halaman selanjutnya, terdengar suara
            Brak!
            Tangan Al sudah berada di atas majalah yang kupegang
Aku mendongak menatap Al
 Ia segera menarik majalah yang ku pegang dan membuangnya di meja lain.
            “Kau pikir kau hebat? Kau bisa menjalani hidupmu hanya dengan seperti ini?”
            “Apa?” Kataku dengan nada meninggi
            “Aku mengenalmu, sungguh. Bisa kau bayangkan bagaimana bisa kau hidup sampai sekarang ini, jika kau tidak bertemu denganku? Aku tidak sesumbar. Aku mengasihimu, maka dari itu aku menegurmu dengan keras. Kau-tidak-bisa-hidup-terus-seperti-ini.” Kata-kata terakhir itu diucapkan Al lebih lambat dari kata-kata sebelumnya.
            “Aku tidak perduli seberapa sulit hidupmu. Karena hidupku juga sulit. Jangan kau kira hanya hidupmu yang sulit. Namun apa? Kau selalu bersembunyi, bersembunyi dibalik flat kecilmu, perpustakaan, buku-buku mu, kenaganmu, atau foto ibumu!!”
            Aku segera berdiri.
            “Cukup!”
Tidak ada kata-kata lain yang kukeluarkan, aku segera mengambil tasku dan pergi dari perpustakaan
***
Taman Sekolah, La Liguini School, Genoa
“Kau-tidak-bisa-hidup-terus-seperti-ini.”
“Bisa kau bayangkan bagaimana bisa kau hidup sampai sekarang ini, jika kau tidak bertemu denganku?”
“Kau selalu bersembunyi, bersembunyi dibalik flat kecilmu, perpustakaan, buku-bukumu, kenanganmu, atau foto ibumu!!”
Al membuatku gila. Setidaknya kata-kata itu selalu berputar di pikiranku. Sesungguhnya aku tidak bersembunyi, aku tidak-tidak ingin membuka diri,aku hanya memikirkan apa reaksi orang terdekatku jika mengetahui tentang latar belakangku, tidak semua orang bisa memiliki jalan pikir seperti Al bukan?
Aku, aku sungguh kebingungan.
Aku menelungkupkan wajahku ke dalam jaket yang kupakai, karena cuaca memang sedikit dingin.
Dan tiba-tiba sebuah cup hot chocolate berada tepat di depan wajahku, dan mengagetkanku. Aku mendongak ke arah tangan yang memberikan hot chocolate itu.
“Ini untukmu.” Katanya lembut
Zedd
            Aku mengambil gelas itu dari tangannya
            “Terimakasih.”
            “Bolehkah saya duduk di sebelahmu?”
            Aku tidak menjawabnya aku hanya menganggukkan kepala
            “Cuaca di sini sebenarnya tidak sedingin Manchester. Namun setidaknya kau butuh penghangat, karena sedari tadi saya melihat kau...”
            “Zedd.” Aku memotong perkataannya
            “Ya?”
            “Apakah kau memang terbiasa berkata-kata menggunakan kata “saya” , maksudku tidak apa-apa, hanya saja kau bisa menggunakan kata-kata “aku” jika berbicara denganku.”
            “Maaf.”
            “Kau tidak perlu minta maaf.”
            “Saya, astaga.... maksud saya aku, emm... a-ku belum terbiasa berbicara seperti ini, karena dirumah-ku semua orang berkata-kata dengan bahasa formal.”
            “Oh aku bisa melihatnya , ok,  terserah kau saja.”
            “Namun saya...... aku akan berusaha.”
            Kata-kata Zedd, membuatku ingin tertawa. Namun hal itu membuka sedikit gerbang kokoh di dalam hatiku.
            “Apa kau baik-baik saja?” Tanyanya kepadaku
            “Tentang?”
            “Apakah kau takut jika aku menjadi temanmu suatu saat aku akan meninggalkanmu?”
            Mataku terbuka lebar.
Apa? Apa yang baru saja ia katakan? Apakah ia cenayang? Mengapa ia bisa membaca pikiranku? Aku berharap ini mimpi, ini mimpi, ini hanya mimpi!
“Mengapa kau tidak menjawab pertanyaanku?”
“Jangan berlagak kau tahu segalanya.” Kataku singkat
“Sebenarnya tidak. Aku hanya berasumsi, maafkan aku. Aku mendengarkan pembicaraanmu dengan Al tadi.”
“Dimana?”
“Di perpustakaan”
“Kau gila? Kau telah menguping pembicaraan kami?”
“Sebenarnya itu tidak disengaja,setelah dari kantin aku hendak pergi ke kelas, aku bertemu Mrs. Sam, beliau menyuruhku untuk mengambil buku data diri di perpustakaan, aku melihat kalian berdua di sana, aku hendak menyapa kalian, namun Al menggebrak meja, dan aku tak tahu mengapa. Aku mendengarkan pembicaraan kalian, dan aku mengasumsikan banyak hal. Aku minta maaf, jika kau tidak suka, aku akan menarik perkataanku, dan melupakan kata-kata yang telah kudengar tadi.”
“Itu tidak perlu.” Aku menghambatnya
Tidak ada respon dari Zedd, aku melanjutkan
“Apa asumsimu?”
“Kau benar ingin mendengarkannya? Mungkin bisa merusak perasaanmu, tapi maafkan aku jika aku menjadi seseorang yang berlagak tahu.”
“Tidak apa-apa, apa asumsimu?”
“Kau takut berteman karena seseorang akan meninggalkanmu jika mengetahui latar belakangmu, atau kau trauma berteman sehingga kau tidak mau membuka hati, atau kau malu dengan masa lalumu.”
“Hanya itu?”
“Ya, setidaknya itu yang kupikirkan.”
Aku menarik nafas dalam dan mulai berbicara
“Aku minta maaf, karena langsung menjawab dengan kasar penawaranmu tadi, yang mengakibatkan kau berasumsi banyak hal. Tentang pembicaraanku tadi dengan Al,bukan sesuatu yang penting. Namun, semua asumsimu benar.”
Zedd menatapku, dan aku menatapnya
Sebelum Zedd berkata-kata aku mengeluarkan kata-kataku terlebih dahulu
“Sebagai seseorang yang baru pertama kali bertemu, kau sungguh bisa membaca keadaanku.”
“Aku tidak mengerti apa-apa, aku minta maaf, aku akan pulang sekarang, jaga dirimu baik-baik.”
Katanya cepat.
Hei. Itu bukan kata-kata yang ingin kudengarkan, ia meninggalkanku sendirian di taman sekolah, sungguh menyebalkan.
***
Hari ini aku berangkat lebih awal, Al tidak bisa masuk sekolah karena ia sakit. Sepulang sekolah aku akan menjenguknya.
Pagi ini badanku terasa kacau, aku bekerja 2 kali kemarin. Setelah pulang sekolah aku bekerja di Twist Resto sebagai chasier dilanjutkan dengan menjadi penyanyi di Via Luigi Resto, dengan bekerja seperti itu aku bisa membiayai hidupku sendiri, menggantungkan hidupku pada beasiswa yang kuterima 1 tahun yang lalu, tentu tidak akan menutup semuanya.
Aku melangkah dengan langkah berat menuju sekolahku, sampai pada...
Brak!!
Seseorang menabrakku.
Aku jatuh tersungkur kedepan
Aku tidak bisa merasakan apapun, aku tidak bisa bangun, badanku terlalu sakit untuk berfikir apalagi untuk bangun. Aku hanya merintih kesakitan.
“Maafkan aku, aku minta maaf, aku akan membantumu berdiri.”
Aku tidak memperdulikan siapa yang menabrakku, aku hanya mengulurkan tanganku.
“Apa kau kuat berdiri?”
Tanyanya tergesa-gesa, aku memaksakan wajahku mendongak menatapnya, ternyata Luis.
Aku menggeleng-gelengkan kepala.
Aku sungguh tidak kuat berdiri, Luis jauh lebih besar daripada aku, dan ia menabrak tubuhku yang terasa sangat kacau hari ini.
Sebelum Luis berhasil mengangkat tubuhku, terdengar teriakan
“Hei!”
Aku melihat seseorang pria berdiri sekitar 5 meter dari kami. Dia Ernest, “preman” sekolahku. Dan aku langsung menyadari bahwa Luis berlari ketakutan sehingga menabrakku.
“Kau mau lari kemana?”
Tanya Ernest , sambil menarik Luis yang sedang membantuku berdiri. Ernest menarik Luis dengan kasar, membuat aku tidak mempunyai tempat penopang, dan aku terjatuh lagi.
“Kau memang pecundang Lue. Kau harusnya sadar apa yang telah kau perbuat, dan sebagai gantinya kau harus menerima ini.”
Terdengar pukulan
Aku memutar kepalaku dan melihat Ernest menonjok wajah Lue.
Aku berteriak dengan keras
Namun Ernest tidak menghiraukan teriakanku, ia tetap menghajar Lue, dan anehnya Lue tidak membalas Ernest ataupun melawannya.
Hal itu membuatku geram.
Aku berusaha berdiri, aku menggeram pelan namun aku bisa berdiri. Aku menyeimbangkan badanku dan mulai mengatur nafas. Tidak jauh dariku Ernest terus menerus menghajar Lue.
Akupun berteriak
“Ernest berhenti!!!”
Ernest menghentikan acara pemukulannya, dan datang menghampiriku, aku mundur dengan perlahan,karena aku mulai ketakutan
“Jangan dekati aku!!”
“Apa? Kau yang menyuruhku berhenti menghajar Lue, kukira kau ingin menanggung harga yang harus dibayar Lue.”
Ernest semakin mendekat, dan aku tak tahu lagi harus bagaimana, jika aku berteriak itu sia-sia, jika aku berlari, Ernest akan menangkapku.
“Jangan dekati dia!” Lue terbaring di tanah, penuh luka lebam, teriakkannya terdengar lirih
Namun Ernest tidak menghiraukannya
“Kau. Tidak usah ikut campur. Kau tahu, aku tidak pernah takut untuk menghajar siapapun, termasuk wanita. Jadi terima ini.”
Plak!
Ernest menamparku, aku terjatuh ke tanah lagi
Pipiku mulai terasa panas. Ernest memang kejam, kalau saja badanku tidak terasa sakit, aku akan balas menghajarnya.
“Bagaimana? Sakit? Bagaimana dengan yang ini.”
Aku melihat Ernest menarik kakinya dan hendak menendangku, aku menutup mata, seakan-akan bersiap menerima tendangan sekuat apapun itu.
“Kau terlalu hina untuk melakukan hal itu.”
Ada suara lain terdengar, aku membuka mata, dan mendongak ke atas.
Zedd
Tanpa berfikir panjang, Zedd yang berjarak cukup dekat dariku, berjalan cepat dan menendang bagian perut Ernest.
Aku terbelalak kaget, Ernest jatuh di depanku. Tak lama Ernest segera bangun, berniat mendorong Zedd, namun hal itu terpatahkan, Zedd menangkap tangan Ernest dan memutarnya ke bawah, menendang menggunakan lututnya tepat di wajah Ernest,berkali-kali.Ernest berusaha melawan, namun Zedd mengunci tubuhnya sehingga Ernest tidak dapat bergerak. Terakhir ia mendorong Ernest jauh-jauh dari dekatku.
“Pergunakanlah kemampuan menghajarmu itu untuk hal yang lebih tepat.” Zedd berkata pada Ernest
Aku melihat Ernest tidak lagi melawan Zedd, karena ia merengus kesakitan.
Zedd mengambil tangan Lue, mengawal Lue duduk di bawah pohon yang tidak jauh dari kami
“Kau tak apa?” Kata Zedd lembut
“Tidak apa-apa,aku akan bangun dan pergi ke UKS, aku bisa.Bawa saja Norin. Aku menabraknya tadi dan ia ditampar Ernest. Ia lebih kasihan daripadaku. Terimakasih.” Lue menjawabnya.
Zedd mengangguk dan segera berjalan menuju ke arahku, aku berusaha menopang badanku sendiri namun aku tetap tidak kuat.
“Biar kubantu.”
Zedd membawa tasku dan meraih tanganku, ia menopangku dengan tangannya
“Apa kau bisa berjalan?” tanyanya
“Akan kuusahakan.”
Langkah pertama yang kurasakan begitu menyakitkan, aku tidak bisa berdiri apalagi berjalan, aku terjatuh keempat kalinya, aku begitu kesal, aku merasa seperti pecundang lemah
“Ini tidak akan berhasil.”
“Apanya?”
Zedd tidak menjawab pertanyaanku, namun ia memakai tasku dipundaknya, meraih kaki dan tanganku, Zeddpun menggendongku.
Aku terkaget
“Ini tidak perlu, aku bisa berjalan, sungguh, aku hanya perlu mencobanya dengan lebih keras lagi.” Aku berbicara dengan tergesa-gesa
Zedd tidak menjawab perkataanku dan tetap berjalan
“Zedd!” teriakku
“Kau berisik.” Zedd balik memarahiku
Aku terdiam dan tidak berkata-kata
“Apa kau yakin, kau bisa berjalan jika kau berusaha lebih lagi? Kurasa tidak. Maka dari itu, diam, jika kau takut orang lain melihat kita, itu tidak perlu, sekarang masih jam 6 kurang 5 menit, tidak ada seorangpun yang akan datang sepagi ini.” Jelas Zedd
“Tapi kau datang sepagi ini?” Tanyaku padanya
“Lalu kenapa? Mungkin takdir. Jika tidak ada aku, kau akan jadi apa di tangan anak brengsek itu?” Jelasnya lagi padaku
Kami sampai di UKS sekolah
Zedd menaruhku di sebuah kursi di dekat jendela, ia pergi ke kotak obat untuk mencari entah apapun itu. Aku melihat ke arah luar jendela, memang, aku memang datang sangat pagi, tidak ada siapapun lagi di halaman sekolah. Bahkan aku sudah tidak tahu dimana Lue dan Ernest.
“Taruh ini di pipimu.” Zedd menyodorkan plastik berisi es batu
Aku mengambilnya dan menaruh benda itu di pipiku
“ Kau tahu aku ditampar Ernest?”
“Ya.”
Jawabnya singkat, lalu ia berjongkok di hadapanku, dan ia membuka sepatuku.
“Bagaimana hal ini terjadi! Apa yang telah kau lakukan, sehingga menjadi seperti ini?” katanya tiba-tiba
Aku terheran dan melongok ke arah kakiku, ternyata kakiku penuh lebam. Aku memang sangat letih hari ini, namun aku tidak merasa ada lebam apapun, mungkin setelah ditabrak oleh Lue, lebam itu baru muncul.
“Aku tidak tahu.”
“Jangan berbohong. Katakan padaku, agar aku bisa menanganinya dengan tepat.”
Katanya tegas padaku.
Aku begitu kikuk dihadapan Zedd.
“Aku tidak berbuat apa-apa, aku hanya letih pagi ini, kemudian Lue menabrakku, aku terjatuh, aku kesakitan, aku tidak bisa berdiri, Ernest menamparku, aku terjatuh lagi, dan saat kau mau menolongku , kakiku tidak kuat, aku terjatuh lagi.”
Jelasku cepat pada Zedd. Entah apa yang dipikirkannya, ia berjalan cepat menuju kotak obat
Pria yang cekatan. Pikirku dalam hati
“Kau pernah memakai ini?”
Ia menyodorkan sesuatu ke arahku, bertuliskan healing oil
“Minyak? Ya sering, kenapa?”
“Bagus, berarti kau tidak alergi.”
Ia kembali jongkok dihadapanku, dan aku kembali terkaget.
Zedd mengusap pelan kakiku, sekali Zedd menyentuh lebamku aku mengrenyit kesakitan.
“Mungkin sedikit sakit, namun kau harus menahannya.”
“Kau tidak perlu melakukan ini, aku bisa.”
Ia menatapku dengan sangat aneh
“Apa?” tanyaku bingung
“Jangan sekali-kali berlagak bisa, jika kau tidak bisa, aku tidak suka. Kau paham?”
Aku menganggukkan kepalaku sesekali.
Setelah selesai mengusap seluruh lebamku, Zedd mencuci tangannya, merapikan semua barang yang diambilnya untuk dikembalikan ke tempat semulanya.
Benar-benar pria terampil, dia memang terlihat seperti pria yang 2 tahun lebih tua dari padaku.
Kemudian ia menarik sebuah kursi dan duduk di depanku.
Aku ingin berkata sesuatu namun ia mendahuluiku
“Sekarang masih pukul 6 lewat 15 menit, kau mau berbuat apa?”
“Aaah.. aku datang sepagi ini, untuk membaca artikel pagi di perpustakaan.”
“Kau tidak bisa membacanya di rumah?”
Pertanyaan Zedd membuaku bingung harus kujawab apa. Aku tidak mungkin berkata bahwa aku tidak memiliki akses internet di komputerku, itu akan membuat Zedd bertanya terus menerus.
“Aku... aku sudah terbiasa membaca artikel di perpustakaan sekolah, karena lebih nyaman untuk edukasi, daripada dirumah, kau tahu kan? Orang tua, selalu saja mengatur-atur akses internet di rumah, itu membuatku kesal, maka dari itu, aku senang membaca artikel di sekolah.”
Zedd tidak menjawab pertanyaanku, namun ia menganggukkan kepalanya, seolah-olah ia paham dengan kebohonganku.
Sejenak tidak ada percakapan diantara kami, namun Zedd segera angkat bicara
“ Kurasa cukup. Berikan plastik itu.”
Ia menarik plastik yang penuh es batu itu dari tanganku
“Aku merasa cukup baik. Pipiku tidak terlalu sakit sekarang. Namun aku belum tahu bagaimana dengan kakiku.”
“Kau mau mencoba berjalan?”
“Bagaimana jika aku jatuh?”
“Aku ada. Apa gunanya aku disini?”
“Kau tidak keberatan ?”
“Sesungguhnya iya, mengingat badanmu tidak begitu kecil.”
“Apa? Kau ingin mengatakan bahwa aku gendut? Kau jahat sama dengan Ernest!”
Aku memukulnya dan tertawa bersamanya
“Mari kita coba.”
Zedd meminggirkan kursinya, dan meraih tanganku.Aku berusaha berdiri, dan menyeimbangkan tubuhku.
“Langkahkan kakimu, tapi jangan langsung menaruh semua beban badanmu, biar aku yang menjadi topangan sementaramu.” Ulas Zedd padaku
Aku hanya menganggukkan kepalaku, menyetujui perkataannya
Langkah pertama tidak begitu sakit, langkah kedua mulai terasa nyeri, namun aku tidak mau mengernyit atau menunjukkan aku kesakitan.
“Lumayan, aku akan melepasmu.”
Zedd berkata dengan penuh hati-hati, namun aku tidak siap
“Hati-hati.”
Aku melangkahkan kakiku satu persatu, dan ternyata aku tidak terjatuh. Aku mampu seimbang, aku bisa berjalan, aku tersenyum ke arah Zedd.
“Terimakasih.”
“Ya, itu hanya sedikit yang mampu aku lakukan sebagai teman barumu.”
Aku hanya tersenyum atas perkataan Zedd
“Baiklah, kau harus duduk sekarang.” Zedd mengambil tanganku dengan perlahan dan mendudukkanku di kursi yang semula aku duduki.
“Kau nampak ahli dalam mengobati orang, darimana kau belajar?”
Aku bertanya pada Zedd, dan berharap ada jawaban darinya
“Kau lupa? Aku 2 tahun lebih tua darimu, aku rehat sekolah, dan melakukan banyak hal. Hal seperti ini adalah hal yang wajib kupelajari, jadi, ya, aku sudah terbiasa.”
Aku mengangguk, dan bertanya lagi
“Kau juga bisa berkelahi?”
“Itu tidak seperti yang kau bayangkan. Seorang pria sudah seharusnya mempunyai keahlian bela diri bukan?”
Aku nampak bingung
“Kau kebingungan?”
Lagi-lagi dia membaca pikiranku
“Aku atlet Judo, namun aku rehat berlatih selama setengah tahun ini, karena mengurus kepindahanku dari Manchester.”
“Aaaaaah.... itu lebih masuk akal.”
Ia tidak menjawab pertanyaanku, namun ia hanya tertawa
“Tapi, dimana Aldira?”
“Dia sakit.”
“Sakit? Sakit apa?”
“Kau sungguh mau tahu?”
“Ya pasti.”
Kenapa Zedd ingin mengetahui penyakit Al, itu sedikit menganggungku
“Entah, aku ingin menjenguknya nanti, baru aku mengerti apa penyakitnya.”
“Aku boleh ikut?”
Aku merasa kaget
“Ya........... kenapa tidak. Boleh , tentu saja.”
“Baiklah.”
***
“Zedd maukah kau ikut berlatih futsal bersama kami , besok sore, di lapangan sekolah.”
“Aku akan menyukai itu, sampai bertemu ya.”
Zedd sedang berbicara kepada Freddy, kapten tim futsal sekolahku. Setelah Zedd berbicara dengan Freddy ia menghampiriku.
“Baru 2 hari kau sekolah di sini, kau sudah memiliki banyak teman.” Kata-kataku mengalir begitu saja, aku tidak tahu aku ingin menggodanya atau aku iri padanya.
“Kenapa? Itu hal baik bukan?”
“Ya, tentu saja.”
“Tidak usah sinis. Mungkin orang-orang di sini ingin menjadi temanku karena mereka merasa seperti adik bagiku.”
“Kau, lucu sekali.”
“Memang. Aku terlahir lucu dan baik.”
Aku menyeringai, sungguh orang yang aneh
“Apa, aku boleh bertanya padamu Zedd?”
“Apapun.”
Aku ragu menanyakan hal seperti ini, namun aku mengeluarkan pertanyaanku
“Kemarin. Setelah aku berkata bahwa semua asumsimu benar tentang diriku, mengapa, kau langsung pergi meninggalkanku?”
Zedd tidak langsung menjawab, ia duduk di kursi depanku, barulah ia menjawab pertanyaanku
“Aku tidak ingin mencampuri urusan orang lain lebih lagi. Aku tidak ingin menhancurkan perasaan orang lain dengan kata-kataku.”
Aku menarik nafas dalam, dan tersenyum
“Menurutmu, perasaanku hancur?”
“Aku berkata bahwa aku tidak-ingin, itu berarti belum terjadi, namun aku tidak ingin itu terjadi.”
“Kau, kau itu baik.” Jawabku singkat
“Aku selalu berusaha untuk itu.”
Aku tersenyum di hadapannya
“Zedd!!”
Aku menoleh ke arah orang yang memanggil Zedd
“Hey Aaron!”
“Kau ingin bergabung bersama kami? Kami akan meng-hunting foto selama beberapa menit, kau membawa kameramu bukan?”
“Ya tentu saja. Sebentar.”
Zedd berbalik mengarahkan wajahnya ke arahku
“Aku akan bergabung bersama tim photography kita bertemu setelah pulang sekolah oke?”
Aku menggeleng-gelengkan kepala
“Kau sangat mudah beradaptasi, baiklah.... selamat bersenang-senang.”
Ia mengangguk dan tersenyum, Zedd melangkahkan kakinya ke arah meja dan kursinya, mengambil kamera di dalam tasnya, dan bergabung bersama Aaron untuk meng-hunting foto.
***
“Kita sudah sampai.”
Aku dan Zedd berdiri di sebuah pintu gerbang yang besar, rumah Al.
“Kau yakin kita akan dianggap baik, mengingat kita tidak membawa apapun untuk Al.” Tanya Zedd, kata-katanya keluar dengan penuh keraguan
Aku balik menatapnya
“Al tidak butuh itu.” Aku tersenyum
Aku memencet bel yang tertempel di depan gerbang.Segeralah pintu itu terbuka.
“Good evening Mr.Jo, where’s Al?” Aku berbicara kepada Mr.Jo, penjaga rumah Al
“Good evening Ms.Wensley. She is in her room.”
“ Ok,thankyou.”
 Aku dan Zedd, berjalan memasuki rumah Al, kami menaiki anak tangga yang ada. Dan berdiri di depan pintu kamar Al.
“Al, bolehkah aku masuk?”
“Norin. Tentu saja! masuklah.”
Aku membuka pintu kamar Al, memasuki kamar Al, namun Zedd tetap berdiri di luar
“Kau tidak ingin masuk?” tanyaku pada Zedd
“Apa kau tidak berfikir kesopanan? Aku pria yang akan masuk ke kamar wanita.”
Aku baru menyadarinya, lalu aku menganggukan kepala
“Al, aku datang bersama Zedd, apakah ia boleh masuk?”
Seketika Al nampak lebih sumringah
“Zedd, silakan masuk, tidak apa-apa.” Kata Al bersemangat
Aku dan Zedd masuk ke kamar Al, kami berdua duduk di sofa yang sudah tersedia, kamar Al memang besar, bahkan ukuran kamar Al sama seperti ukuran flatku.
“Kau sakit apa Al?” tanyaku pada Al yang sedang menyantap sepiring buah
“Aku merasa sakit kepala tadi pagi, namun sekarang lebih baik.”
“Apa kau bisa masuk sekolah besok?” Zedd bertanya
“Hmm.” Al menjawab pertanyaan Zedd dengan tidak jelas karena ia sedang mengunyah sepotong apel.
“Aku minta maaf, karena tidak membawa apapun untuk menjengukmu.” Lanjut Zedd
“Aaah.... itu tidak perlu, kau datang itu lebih baik, bagaimana sekolahmu Zedd?”
“Baik. Aku bergabung dengan tim futsal dan tim photography.” Jawab Zedd senang
“Dia menjadi orang populer baru Al, baru 2 hari ia bersekolah, namun ia sudah mempunyai begitu banyak teman.” Sambungku sebelum Al menjawab atau menyanggah
“Ah, itu sudah bisa dipastikan, itu baik.”
“Ya kurasa begitu.” Zedd tersenyum pada Al
Aku merasa aneh.
“Al, sebelumnya, rumahku hanya berjarak 20 meter dari sini.”
Aku merasa kaget, rumah Zedd berdekatan dengan rumah Al
“Benarkah? Di mana?”
“Di persimpangan depan kau hanya perlu berbelok kanan maka kau akan bertemu rumahku.”
“Tunggu, tunggu, rumah dengan pagar hijau tua?”
“Ya itu rumahku.”
Al menaruh piring buahnya di meja lampu
“Kau bercanda? Itu rumah paling megah di sini. Wah kapan-kapan aku bisa mengunjungimu.”
Apa. Berkunjung?
“Boleh, tentu saja. Bagaimana jika kau berangkat bersamaku besok pagi, tenang saja aku akan berangkat bersama adik sepupuku, adik sepupuku itu perempuan, jadi kau bisa duduk di kursi belakang mobilku bersama adikku, jika kau mau.”
Aku terbatuk.
Zedd dan Al menatapku aneh
“Sepertinya aku salah makan, maka dari itu aku terbatuk.” Aku mengada-ada cerita
“Tentu Zedd. Bagaimana jika aku membawa adik laki-lakiku, kebetulan sekolahnya hanya diujung jalan, dan 1 jalan dengan sekolah kita.”
“Itu ide yang bagus.” Zedd menanggapi
“Terimakasih.” Balas Al dengan tersenyum
***
Apa?
Zedd dan Al, akan berangkat bersama?
1 mobil?
Bukankah aku yang mengajak Zedd kerumah Al?
 Tapi bagaimana bisa, mereka menjadi lebih akrab dibandingkan dengan aku?
NORIN! KAU GILA! Bisikan keras menamparku
Pikiranku kalut. Aku baru mengenal Zedd 2 hari, tidak dimungkinkan jika aku menyukainya pada pandangan pertama.
NORIN! KAU BICARA APA! Bisikan yang tak kalah keras menamparku
Aku memukul dahiku dengan tangan, aku merasa bodoh dan gila. Aku tidak bisa seperti ini.Aku harus fokus untuk menyelesaikan studiku.
***
Aku duduk di meja terdekat dengan pintu, hari ini aku berangkat menggunakan bus. Kakiku kram beberapa kali pagi tadi, sehingga aku memutuskan untuk menggunakan bus. Aku tidak bersama Al karena Al sakit lagi. Padahal baru kemarin ia dan Zedd berangkat bersama ke sekolah.
Aku memandangi pohon-pohon di luar sana, hal itu menenangkan hatiku menjadi sedikit lebih baik.
Pohon nampak lebih bahagia dari padaku. Mereka terus-menerus memberikan hal baik, tanpa berfikir akan dibalas atau tidak, hal-hal baik itu terus dan selalu ada. Kontras dengan apa yang aku alami dan kupikirkan.
“Nor...”
Suara itu mengagetkanku
“Zedd!” Wajahku sangat-sangat senang di luar kendali
“Apa yang kau lakukan disini?”  Tanyaku padanya
Zedd tidak langsung menjawab pertanyaanku, ia duduk di sampingku terlebih dahulu
“Jadi kau selalu naik bus jurusan ini?”
“Hei. Kau tidak menjawab pertanyaanku, sama sekali.”
Zedd hanya bisa tertawa
“Sebenarnya, aku bertanya pada Al dimana kediamanmu, tapi Al tidak mau menjawabnya, jadi, aku bertanya jalan mana yang biasanya kau lalui jika hendak pergi ke sekolah.”
Aku merasa banyak bunga bermekaran di hatiku, dan pipiku memanas
“Lalu bagaimana kau bisa naik ke bus ini?”
“Entahlah.” Ia mengatakan hal itu sembari menaikkan bahunya
“Aku tidak menggunakan kendaraan hari ini, karena bemaksud untuk menemuimu, namun aku menyerah karena kau tidak dapat menemukanmu, akhirnya aku menaiki bus ini, malahan aku menemukanmu.” Lanjutnya
Mendengar hal itu, hatiku menjadi lebih tenang.
Aku mengahadapkan wajah ke arah Zedd
“Untuk apa kau mencariku?”
“Aku tertarik padamu.”
Mataku terbuka sangat lebar, sampai aku bisa merasakan pedih di mata. Hatiku melonjak-lonjak. Aku senang.
“Tertarik menjadi temanmu.”
Oh
 Seketika ia mendaratkan hatiku ke tanah terbawah di muka bumi.
“Oh.kau perlu berusaha lebih keras lagi untuk menjadi temanku.”
“Akan kulakukan. Aku senang berteman, dan kurasa kau juga begitu.”
“Jangan berlagak kau tahu segalanya.” Aku menunjukkan jari telunjukku di hadapannya
Ia menangkap jari telunjukku dan menurunkan tanganku dari hadapannya
“Tidak. Karena aku memang tahu.”
Aku hanya bisa tersenyum namun juga kecewa.
Seketika suasana bus tampak sepi dan lengang, sampai pada bus yang kutumpangi berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Dan betapa mengejutkannya, Ernest menaikki bus yang sama , yang aku dan Zedd tumpangi.
Zedd melepas jaket yang dipakainya, dan menyelimutiku dengan jaketnya.
Pintu bus sudah tertutup namun Ernest belum beranjak dari hadapan kami, ia tersenyum, dan berkata.
“Mari kita lihat, seberapa lama kalian bisa berdua.”
Kukatupkan mulutku rapat-rapat sebelum aku kehilangan diri untuk meneriaki ataupun menendang Ernest, mengingat betapa kejamnya ia menampar pipiku.
“Kau takut Nor? Itu tidak perlu. Aku ada, dan semua akan baik.”
Aku membelokkan wajahku ke arah Zedd. Ia menutup matanya dan menyandarkan punggungnya di kursi bus, seolah-olah ia tidak peduli dengan keberadaan Ernest tepat di hadapan kami.
“Tidur saja. Bukankah kau sudah merasa hangat dengan jaketku?”
Zedd menambahkan kata-kata sebelumnya
Aku kebingungan harus menjawab apa, namun sebelum aku berkata apa-apa, Zedd menaruh kepalanya ke atas pundakku. Aku merasakan energi dalam tubuh Zedd mengalir ke tubuhku.
“Kalian sangat menghinaku. Kita lihat saja nanti.”
Ernest berjalan ke lantai dua bus. Dan hal itu membuatku bernafas lega. Namun Zedd tidak memindahkan posisi tubuhnya. Aku mendorong kepala Zedd sampai terbangun
“Ernest sudah pergi. Jangan pernah berbuat seperti itu lagi, kau membuatnya marah.”
Aku melepaskan jaket Zedd dan segera mengembalikannya, Zedd menerima jaket pemberianku dan memakainya kembali
“Anak seperti itu memang selalu marah. Biarkan dia pergi, dan biarkan dia meledak.”
“Kau tidak seharusnya seperti itu, kau tidak pernah tahu, mengapa Ernest menjadi pemuda yang mudah marah, kau tidak tahu latar belakangnya. Kau paham?”
Zedd menarik nafas panjang dan menghadapkan wajahnya ke arah wajahku
“Akan kuusahakan.”
***
Bel sekolah berdering dengan nyaring, itu tandanya jam kelas akan segera berlangsung. Jam pelajaran pertama akan dihiasi oleh pelajaran sejarah dari Mrs. Clark. Entahlah kupikir hanya aku satu-satunya orang di kelas ini yang menyukai sejarah, karena menurutku sejarah amat penting. Sejarah adalah pondasi kehidupan yang sekarang, jika sejarah itu baik maka hal baik yang ada, namun jika sebaliknya bisa jadi hal baik atau buruk yang ada.
Good morning class, How’s life?”
“Baik Mrs.” Serentak kelas menjawab sapaan hangat Mrs.Clark
“Saya sudah memegang hasil ulangan kalian kemarin.”
Seketika kelas menjadi gaduh. Aku melirik ke arah Zedd, dia nampak tenang, padahal ini adalah hasil ulangan pertamanya di sekolah ini.
“Mau saya bacakan dari yang paling rendah atau paling tinggi?” Tanya Mrs. Clark dengan bergurau
Kelas menjadi sangat ribut
“Yang tertinggi Mrs. Tolong jangan dari yang terendah.” Seru seseorang dari belakangku, ternyata Brad yang memohon, aku tahu itu, karena Brad memang langganan mendapatkan nilai buruk dalam sejarah.
“Kau pasti mendapatkan nilai tertinggi lagi Nor.”
Seseorang menepuk pundakku, Dorkas yang menepuk pundakku.
“Amin. Tapi pasti kau juga mendapatkan nilai yang baik.” Aku tersenyum pada Dorkas
Dorkas anak yang pintar di kelasku, aku selalu berperang nilai dengannya. Namun Dorkas tidak pernah pelit ilmu, ia juga anak yang rendah hati.
“Baiklah, nilai tertinggi, adalah 4.00, sempurna, A+.”
Seketika seluruh kelas menjadi gaduh
“Astaga, tinggi sekali, siapa yang mendapatkan nilai setinggi itu.”
Jantungku berdegup kencang
“Selamat. Zedd. Silakan ambil nilaimu.”
Apa!
Zedd, melangkah ke depan dan mengambil nilainya, ia mengucapkan terimakasih pada Ms.Clark.
Zedd mendapat nilai tertinggi! Sempurna!
Aku dan Dorkas bertatapan wajah, Dorkas menatapku dengan penuh keputus asaan di wajahnya. Wajahnya nampak seperti “Astaga, aku mendapat pesaing baru.”
Aku berbelok dan menatap Zedd, Zedd nampak biasa saja dan tidak nampak bangga.
***
“Kau.”
“Kau apa?”
Aku dan Zedd sedang makan di kantin sekolah, aku merasa bingung antara takjub dan kesal terhadap Zedd. Takjub karena selain memiliki banyak kelebihan ternyata dia juga pintar. Namun kesal karena aku mendapat pesaing baru di kelas selain Dorkas.
“Kau tidak pernah mengatakan padaku bahwa kau pandai.”
Zedd tidak langsung menjawab, namun meneguk orange juice di hadapannya.
“Apakah hal itu perlu kulakukan?
“Perlu!”
“Untuk apa?”
“Jika kau pandai, aku harus sangat berusaha untuk mengalahkan orang lagi.”
Zedd menatapku dengan penuh tawa
“Mengapa ekspresimu begitu? Kau ingin menghinaku?” tegurku padanya
“Seberapa penting kedudukan juara kelas untukmu?”
“Sangat penting.” Ku tancapkan garpu yang sedang kupegang ke piring di hadapanku untuk menambahkan efek dramatis
“Kalau begitu. Aku akan mengalah.”
“Kau bercanda? Baru kali ini aku melihat orang sepertimu. Kau tidak mau menjadi urutan pertama?”
Zedd berhenti menyantap sup di depannya, dan segera menatapku
“Tidak.... aku hanya melakukan hal yang terbaik yang dapat kulakukan, aku tidak berambisi menjadi juara kelas.”
Hatiku lega
“Jadi kau mau mengalah untukku?”
“Ya.”
“Sungguh?”
“Hanya 1 semester.”
Aku menggebrak meja
“Kau jahat.”
“Aku ingin mendidikmu untuk menang dengan kerja keras dan susah payah.”
“Aku sudah terlalu susah payah!”
“Aku akan membantumu dalam belajar.”
Hatiku kembali merekah
“Kau mau?”
Zedd menganggukkan kepalanya
“Sekarang makanlah makananmu.”
Aku menganggukkan kepala, pertanda menyetujui perintahnya.
“Tapi satu hal lagi.” Zedd berkata tiba-tiba
“Dimana rumahmu? Mana nomor ponselmu, akukan harus menghubungimu.”
Kuberhentikan acara makanku. Aku tidak ingin memberi tahu Zedd dimana rumahku atau nomor ponselku, aku sungguh-sungguh tidak ingin.
“Bisakah kita belajar di sekolah saja?”
Zedd nampak berfikir sejenak, lalu ia menganggukkan kepala. Itu melegakan bagiku.
“tapi nomor ponselmu?”
Aku tidak ingin Zedd tahu bahwa aku tidak memiliki ponsel, namun aku ingat bahwa flatku tersedia telfon umum untuk penghuni flat yang ada.
“Bagaimana jika nomor rumah?”
“Itu tidak menjadikan sebuah masalah, ketik di sini.”
Zedd menyerahkan ponselnya kepadaku, ponsel Zedd begitu besar. Sampai aku takut memegangnya, aku tidak bisa membayangkan jika ponsel sebagus ini terjatuh.
“Sudah.” Aku menyerahkan ponsel Zedd dengan hati-hati.
“Baik, nanti sore aku akan menelponmu. Bagaimana dengan nomor Al?”
Al? Mengapa ia bertanya nomor Al.
“Aku tidak mengingatnya.”
“Itu tidak masalah.”
Hatiku lega, namun aku merasa bersalah dengan Al.
***
“Kau sudah makan?”
Aku tengah berada di depan pintu kamar flatku. Zedd sedang di ujung telfon.
“Sudah.” Zedd menjawab pertanyaanku.
“Besok aku akan pergi bersama Yon dan Zoe, mereka mengajakku untuk memancing.”
Aku menggeleng-gelengkan kepala walaupun Zedd tidak dapat melihat gestureku.
“Kau sungguh populer. Aku iri denganmu.”
“Kau hanya perlu keluar dari area amanmu.”
Kata-kata Zedd benar,namun aku tetap tidak bisa.
“Kau sedang berada di mana sekarang?” kataku padanya, namun kata-kataku tidak merespon nasehatnya
“Di rumah Al.”
Hah! Rumah Al!
“Mengapa kau ada di rumah Al?!”
“Mengapa nada bicaramu meninggi?” Nada suara Zedd nampak terkejut, dan aku baru tersadar
“Maksudku, mengapa kau tidak mengajakku?” kataku mengarang cerita
“Ah. Aku minta maaf, aku datang ke rumah Al atas perintah Ayahku, aku datang tidak sendiri, aku bersama asisten Ayahku. Aku di perintahkan untuk mengunjungi tetangga-tetangga terdekat, sebagai pertanda bahwa aku orang baru di sini.”
Aaaah. Hatiku sangat lega, tidak dipungkiri aku senang, karena Zedd pergi atas perintah Ayahnya bukan kemauannya sendiri.
“Nor. Sudah ya. Aku akan menelponmu lagi nanti malam, besok kita bisa belajar bersama sepulang sekolah.”
Aku mendengus pelan
“Baiklah.”
“Jaga dirimu baik-baik ya.”
“Iya, kau juga.”
Kukembalikan gangang telfon yang sedari tadi kupegang, dan memasuki flatku. Aku merebahkan diri sejenak, karena perasaanku begitu tenang. Dan aku tidak peduli lagi, aku akan mencoba membuka diri.
***
“Bagimana caramu untuk menyelesaikan soal ini.” Zedd menyodorkan kertas kepadaku, kertas dari Mr.Greg.
Aku dan Zedd sedang berada di perpustakaan, perpustakaan tidak begitu sepi, namun masih lumayan mendukung untuk belajar.
Kukerjakan soal yang di berikan oleh Mr.Greg saat pelajaran Kimia di kelas tadi.
“Kau salah.”Zedd mengambil kertas dari hadapanku.
“Salah yang mana?”
Zedd tidak menjawab pertanyaanku, namun langsung menjawab ulang soal kimia itu
“Kau bisa lihat.”
Zedd menunjuk pada kertas soal itu
“Kau melewatkan hukum duplet. Jika reaksi ini yang dimaksud kau harus memenuhi kaidah itu, karena logam mulia tidak seluruhnya mempunyai 8 elektron valensi.”
“Aaaah. Itu kesalahanku.”
“Tidak apa-apa, belajarlah lebih lagi.”
Zedd tersenyum padaku, dan aku sangat bersemangat sekarang.
“Hai Zedd, Hai Norin!”
Ada suara yang memanggilku
“Hai Al, ayo bergabung.” Lambaian tangan Al, di balas dengan tawaran Zedd
Mengapa Al di sini?
“Aku mengajaknya untuk belajar bersama, itu lebih baik bukan?”
Aku menelan ludahku yang tertahan, Zedd mengajak Al tanpa berbicara dahulu padaku.
“Yaaaa...... Tentu saja.” Aku tersenyum dengan senyum penuh kemunafikan.
“Zedd, kau bisa ajarkan aku tentang hal ini?”
Al menyodorkan buku matematika ke hadapan Zedd, dan menarik sebuah kursi. Al duduk di kursi itu tepat di tengah-tengah kami. Hal itu memaksaku untuk bergeser.
Aku menggeserkan kursiku dengan hati dan pikiran dongkol.
Kukerjakan soal kimia dari Mr.Greg sendiri. Dan membiarkan mereka berdua belajar matematika. Dan aku bertanya-tanya sesungguhnya siapa yang ingin Zedd ajari sebenarnya, aku atau Al.
***
“Kau sedang ada di rumah?”
Zedd menelponku lagi, malam ini, namun hatiku masih kalut.
“Ya.”
“Kau sudah makan?”
“Ya.”
“Kau sudah belajar?”
“Ya.”
“Ada jawaban lain?”
“Tidak.”
Terdengar suara hembusan nafas di ujung telfon. Dan aku tidak peduli
“Kau sakit?”
“Tidak.”
“Lalu mengapa kau menjawab pertanyaanku dengan setengah hati?”
“Lalu aku harus bagaimana?”
“Tidak tahu.”
“Kalau begitu baiklah. Aku sedang lelah sekarang, bukankah kau juga lelah, pergi memancing bersama Yon dan Zoe, istirahatlah.” Aku sangat kesal dengan Zedd malam ini, baru saja aku berfikir untuk membuka diri kemarin, namun diriku segera tertutup kembali karena kenyataan.
“Ya. Jaga dirimu baik-baik. Kita bertemu di sekolah.”
Kututup gagang telfon itu tanpa membalas kata-kata Zedd yang terakhir.
***
“Norin ayo!”
Al sudah menunggu di depan kamar flatku, aku tidak marah dengan Al. Tapi aku kesal dengan Zedd.
“Sebentar.”
Ku pakaikan semua perlengkapan yang sudah kusiapkan sedari kemarin. Dan kubuka pintu kamar flatku.
“Bagaimana keadaanmu?” Al nampak sangat riang. Sangat berbeda denganku. Melihat senyum Al, hatiku menjadi tenang. Al memang selalu membuatku menjadi lebih baik.
“Tidak begitu baik.”
“Aaaaah aku mampu menebaknya, maka dari itu aku membawaaa...”
Al merogoh tas plastik yang dibawanya.
“Ini!”
Terpampang sebuah cup kecil bertuliskan hot chocolate , persis yang di berikan Zedd kepadaku. Ya Tuhan.
“Ini pasti membuatmu lebih baik bukan? Ayo kita berangkat, kita minum ini sambil berjalan ke sekolah.”
Aku menganggukkan kepala, mengambil cup itu, dan berjalan menuju sekolah bersama Al.
***
Bel istirahat berbunyi.
 Al melambaikan tangannya padaku, ia akan pergi ke ruang guru untuk mengikuti ujian susulan karena ia tidak masuk 2 hari yang lalu.
Aku membalas lambaiannya, dengan senyum dan menyemangatinya.
Sedari tadi pagi, aku tidak ingin melihat wajah Zedd. Maka aku memutuskan untuk pergi ke perpustakaan.
Aku berdiri dan berjalan menuju perpustakaan.
Sesampainya diperpustakaan aku mengambil buku novel secara acak dan duduk di kursi paling belakang di balik rak buku yang besar. Maksudnya, agar aku bisa membaca buku sendirian, dan tidak terganggu oleh siapapun. Namun hal itu segera terpatahkan.
“Ada apa denganmu?”
Zedd menarik kursi dan segera duduk di depanku.
Aku tidak ingin menjawab pertanyaannya, dan menutupi wajahku dengan buku yang kupegang.
Melihat tidak ada respon dariku, Zedd bertanya sekali lagi.
“Ada apa denganmu?”
Aku masih enggan menjawabnya.
Zeddpun merasa kesal, ia menarik buku yang kupegang.
“Hei!”
Ia menutup buku itu dan menaruhnya di meja samping.
“Aku tidak berjalan ke perpustakaan tanpa tujuan. Aku melihatmu acuh padaku hari ini, aku bertanya 2 kali ada apa denganmu, dan kau tidak menjawab pertanyaanku, sepatah kata apapun.”
Aku memberengut.
“Kenapa, apa aku melakukan hal salah?”
Aku berusaha menarik buku yang di ambil oleh Zedd, namun Zedd segera mengambilnya.
Aku mendengus pelan
“Tidak. Kau tidak berbuat salah.”
“Lalu mengapa kau tampak kesal padaku?”
“Benarkah itu?”
“Ya, aku yakin.” Zedd menatapku dengan lebih lagi
Aku menarik nafas dalam sebelum aku tidak bisa mengendalikan diri, tapi aku bertanya-tanya pada diriku sendiri, mengapa aku kesal pada Zedd? Zedd bukan siapa-siapaku, bahkan aku belum yakin dia temanku.
“Kau membingungkan.” Ujarku singkat
Zedd nampak kebingungan, namun aku tidak tertarik menjelaskan lebih lanjut.
Bel kelas berbunyi lagi.
Dan hatiku sangat lega, aku tidak perlu menjelaskan apapun pada Zedd.
***
“Aku tidak bisa pulang bersamamu, aku minta maaf, Lue menjebakku untuk mengikuti latihan drama musim semi. Kau tahu kan aku benci ini, tapi apa boleh buat.” Al duduk di hadapanku sambil memohon maaf dariku.
“Untuk apa kau minta maaf. Aku bukan anak kecil, aku sering pulang sendiri.”
“Baiklah, aku pergi dulu ya.”
Kuanggukkan kepalaku, dan Alpun pergi.
“Mau kuantar?”
Zedd.
Ia selalu datang di saat yang tidak terduga.
“Tidak.”
Aku tidak ingin menunjukkan rumahku pada Zedd. Namun Zedd nampak masih ingin berargumen denganku.
“Norin. Kau sudah merugikanku.”
Aku menatapnya dengan aneh, merugikan apa?
“Merugikanmu dalam hal apa?”
“Kau tidak melirik dan berkata-kata apapun padaku hari ini, aku merasa sangat dirugikan.”
Ada tawa yang ingin kulepaskan, aku merasa ada yang aneh.
“Lalu apa yang harus kulakukan.”
Zedd menarik tanganku. Zedd membawaku ke parkiran sekolah, ia menaiki mobilnya dan ia memerintahkanku untuk masuk dalam mobilnya.
Dan kami pergi dari lingkungan sekolah.
Zedd menyetir mobilnya dan berhenti di depan kedai ice cream.
Ini kedai ice cream kesukaanku, karena ibuku sering membawaku ke sini.
“Ini kedai ice cream kesukaanku dan ibukku jika berkunjung ke Genoa.”
Tempat ini juga tempat langganannya?
“Kalau begitu sama.” Balasku
Zedd menatapku dan tertawa, akupun ikut tersenyum, namun senyumku segera kuhilangkan agar tampak masih seperti kesal padanya.
Kami memasuki kedai itu, memesan ice cream.
Saat kukeluarkan dompetku, Zedd mengeluarkan dompetnya juga dan membayar semua ice cream yang kami pesan.
“Terimakasih” ucapku
Zedd hanya tersenyum
Kami duduk di bangku yang tersedia, aku melihat ke arah jendela, salju mulai turun lagi.
“Bukankah kita bodoh, di luar dingin namun kita menyantap ice cream.” Aku membuka obrolan kami
“Yah pada awalnya, namun ice cream akan membuat kita hangat kemudian.”
“Ya aku pernah baca faktanya.”
Zedd tersenyum, ia membuka mantel yang dipakainya. Kedai ini terasa hangat karena di pasang tungku perapian juga.
“Jadi, jelaskan padaku, kenapa aku membingungkan? Aku butuh penjelasan untuk itu.”
“Tidak ada penjelasan.”
“Aku akan memenjarakanmu.”
“Apa!”
“Maka dari itu jawab pertanyaanku.”
Aku masih tidak ingin menjawab pertanyaan Zedd, aku memakan ice cream yang ada di depanku
“Makan ice cream mu sebelum mencair.” Aku menyuruh Zedd untuk memakan ice creamnya dan mengalihkan pembicaraan ke topik lain.
Namun Zedd tetap diam
“Kau yang membuatku bingung.”
“Ha?”
“Kau marah padaku karena aku mengajak Al belajar bersama?”
Astaga. Dia memang penyihir sekaligus cenayang.
“Tidak. Kau bisa lihatkan, tadi pagi aku datang bersama Al.” Jawabku cepat
“Kau tidak perlu marah dengan Al, kau kesal padaku, bukan dengan Al.”
Aku mulai gila dan akupun terdiam.
“Kau tidak dapat menjawabku?”
Aku tetap diam
“Nadamu meninggi saat kuberi tahu bahwa aku ada di rumah Al, ekspresimu sangat tidak karuan saat aku mengajak Al berangkat bersama, dan kau bergumam pelan saat Al datang bergabung untuk belajar bersama?”
“Kau sok tahu.”
“Bagian mana?”
“Semua.”
“Bagaimana kalau aku berkata, mengapa kau marah? Aku bukan siapa-siapamu?”
Aku menggebrakkan sendok yang kupegang
“Kau mengajakku ke sini untuk menginterogasiku? Apa hakmu?”
“Lalu apa? Kau tidak bercerita, maka dari itu aku berspekulasi. Ceritakan, maka aku akan mendengarkan dan memahami.”
Aku mengambil tas dan berdiri. Namun aku tidak secepat itu, Zedd meraih tanganku dan aku dipaksa duduk. Ia mengambil kursi dan duduk di sampingku persis, sehingga menutupi jalanku keluar.
“Apa aku temanmu?”
Zedd sungguh cerdas, ia mampu mengendalikan situasi
“Kau sudah tidak takut untuk berteman?” lanjutnya
Zedd masih memegangi tanganku dengan kuat
“Mengapa kau tidak bisa percaya sepenuhnya kepadaku jika aku temanmu? Kau mau aku mencari tahu sendiri?”
Zedd membuat pipiku panas. Ia sungguh kuat dibandingkan aku. Aku tidak bisa apa-apa, karena ia memang cerdas menguasai apa yang sedang ia lakukan.
“Aku pernah berkata, menjadi temanku itu perihal mudah. Karena teman bisa mengatakan hal baik di depan namun hal buruk di belakang. Namun untuk menjadi orang yang masuk ke dalam kehidupanku, itu akan sulit. Sekarang lepaskan tanganku.”
Zedd melepaskan tangannya, dan menarik nafas.
“Aku tertarik padamu.”
“Hah. Kau pernah mengatakan hal yang sama. Kau tertarik menjadi temanku?”
“Tidak lagi.”
Aku menatapnya dengan aneh dan sekarang aku sangat kebingungan.
“Apakah kau kenal dengan sebutan love at the first sight?
 Hal itu mengagetkanku, apa-apa an ini . Jantungku berdegup kencang
“Aku tidak suka berteman.”
“Berteman membosankan. Saat aku melihatmu pertama kali,itu bukan di dalam kelas namun di parkiran sekolah.”
Aku mencoba mengingat-ingat hal apa yang aku lakukan
“Akan kubantu untuk mengingatnya. Kau membersihkan salju di parkiran sekolah, seorang diri.”
Ah! Aku mengingatnya, aku berangkat bersama Al pagi-pagi sekali karena aku tidak memiliki perkerjaan di sekolah aku memutuskan untuk membersihkan salju di parkiran sekolah.
“Lalu aku sangat kebingungan, siapa dirimu. Wajahmu nampak tidak asing walaupun kau memakai mantel yang cukup tebal.”
Hatikupun berkata , “itu hal yang sama, yang kupikirkan saat aku melihat wajahmu, wajahmu tidak asing.”
“Lalu aku masuk ke kelas. Dan betapa terkejutnya aku, karena mendapatkan kelas yang sama denganmu. Lalu aku menghampirimu, kau bersama Al bertanya di mana kantin , aku bertanya apakah aku bisa menjadi temanmu, ya sebenarnya itu hanya sebuah cara untuk mengetahui siapa dirimu, tapi ternyata kau tidak menggubrisnya dengan baik.”
Aku ingat saat itu.
“Aku melihatmu di perpustakaan bersama Al, mendengarkan pembicaraanmu dan aku berspekulasi banyak hal. Dan asalkan kau tahu? Apa yang kudengarkan membuatku jauh lebih penasaran dengan dirimu”
Ia menarik nafasnya, dan melanjutkan perkataannya lagi
“Aku senang bisa mendapatkan nomor telfonmu, ya.... walaupun itu hanya telfon rumah. Namun aku paham, kau juga tidak bisa memberikan nomor ponselmu kepada orang yang baru beberapa hari kau kenal bukan?”
Hatiku seperti tertampar, sebenarnya bukan itu alasan mengapa aku tidak memberikan nomor ponsel, karena memang aku tidak memiliki ponsel.
“Dan aku senang karena bisa belajar bersamamu. Percayalah, kau itu anak yang pandai.” Ia tersenyum memandangku
Dan aku membeku seketika
“Aku sudah mengutarakan apa yang aku pikirkan selama ini. Kau tidak perlu menjawab apapun. Aku tertarik padamu, dan hal yang terpenting adalah, aku tidak akan menjadikan dirimu tertarik juga padaku, aku hanya ingin, kau percaya padaku.”
Aku menghembuskan nafas yang sedari tadi ku tahan
“Aku akan berusaha.”
Itulah kalimat terakhir Zedd, yang mampu mebuatku tersenyum, melihat aku tersenyum  Zedd nampak senang.
“Aku bukan tidak percaya padamu. Aku hanya sedang berusaha keluar dari dalam diriku sendiri.”
Zedd menganggukkan kepalanya. Ia kembali duduk di posisinya semula.
“Ice cream ini nampak tidak enak di padang lagi. Ayo pergi dari sini!”
Zedd memberengus dan mengajakku pergi ke tempat lain
“Tapi harga ice cream ini cukup mahal.”
“Siapa peduli. Ayo!”
Zedd memakai mantelnya kembali dan menarik tanganku keluar.
Kita pergi bersama sepanjang hari, Zedd mengajak ku ke taman kota Genoa, dan ke pusat perbelanjaan di Genoa. Ternyata Zedd lebih mengerti Genoa dari pada aku.
Sampai pada akhirnya waktu menunjukkan pukul stengah 6 sore. Dan aku harus segera pulang, Zedd mengerti dan selalu paham kondisiku.
“Kau mau ku antar ke rumah atau tempat lain.”
Aku tersenyum pada Zedd. Baru aku ingat , bahwa aku harus kerja part time di Via Luigi Resto.
“Kau mau mengantarku ke Via Luigi Resto?”
“Baiklah kau sebagai penunjuk jalan.”
“Baiklah.”
***
Hari-hariku semakin menyenangkan dimulai sejak hari itu, saat Zedd berkata bahwa ia tertarik padaku. Kami sering menghabiskan waktu bersama. Tapi tidak ada satupun orang yang menyadari itu termasuk Al. Aku tidak berniat untuk melawan perasaanku lagi, jika hidupku cacat semenjak awal aku akan menerimanya, jika hidupku melelahkan sejak awal aku akan selalu menerimanaya. Namun jika ada sedikit saja kebahagiaan di tawarkan aku akan mengambilnya. Aku mencoba mengatakan iya jika memang iya, dan mengatakan tidak jika tidak. Hatiku tidak seharusnya hancur, otakku tidak seharusnya menjadi robot pesuruh, dan ototku tidak seharusnya keras seperti baja. Aku berusaha untuk melakukan yang terbaik, dimulai dari Zedd yang ingin aku percaya pada diriku sendiri sebelum memercayakan diriku pada orang lain.
 Bagaimana cara Tuhan menciptakan pria seperti Zedd? Dia selalu memahami walaupun tidak diminta, selalu memberi walaupun tidak ada orang yang meminta, selalu ingin menjadi tanah untuk menangkap orang-orang yang akan jatuh. Sikapnya sopan, bertalenta, dan cerdas. Mudah beradaptasi dan tampan, dia selalu baik untuk di deskripsikan.
Sudah 3 bulan Zedd menetap di Genoa. Dan aku menjadi lebih tahu tentang dia, tapi tetap saja, Zedd tidak pernah memaksaku untuk menceritakan apapun tentang diriku. Bahkan hingga sekarang ia tak tahu di mana aku tinggal.
Aku bersyukur mengenalnya. Aku bersyukur memiliki dia.
***
Aku baru saja pulang dari Via Luigi Resto, badanku terasa amat pegal. Baru saja aku merebahkan diri. Lalu seseorang mengetuk pintu flatku.
“Norin buka pintumu.”
Aldira.
“Sebentar.”
Aku bangun dan merapikan rambut dan bajuku.
Kubukakan pintu flatku untuk Al.
“Fyuuuh. Syndrome musim semi. Haha”
“Mengapa kau datang ke flatku malam-malam Al?”
Al memasuki flatku dan duduk di kasurku.
“Aku tak tahu, namun aku membawa ini.”
Ia mengeluarkan beberapa lembar kertas yang tertekuk-tekuk.
“Ini dialogueku untuk pementasan besok, aku sungguh gugup , aku ingin menghafalkannya di sini. Bolehkan? Aku tidak akan berisik, aku janji.”
Iya benar, Al akan pentas besok. Ia sudah berlatih dengan baik selama 3 bulan ini. Dan aku akan mendukungnya.
“Baiklah, tentu boleh, tapi aku mau mandi dulu. Kau boleh mengambil apapun yang kau mau di sini.”
Al mengangguk-anggukkan kepalanya.
Aku segera masuk ke kamar mandi. Setelah aku keluar dari kamar mandi aku melihat Al sedang membaca dialoguenya dengan sangat serius. Aku menuju sisi timur flatku untuk membuatkan Al susu panas.
“Ini untukmu.”
Aku menyodorkan segelas susu panas untuk Al.
“Ah kau mengerti sekali! Aku boleh menginap di sini?”
“Iya boleh.”
“Kau memang sahabatku.” Jawab Al dan diteruskan ia meneguk sedikit susu yang ku berikan.
“Baca dialoguemu dengan baik, maka kau bisa mementaskan hal terbaik pula, jangan buat aku kecewa, kau mengerti?”
“Aku mengerti ibu.”
Aku tertawa pelan
Lalu aku merebahkan badan ke kasur tipis dalam flatku. Suasana hening tercipta, karena aku terlalu lelah untuk mendahului percakapan dan Al terlalu serius untuk memulai percakapan, maka aku membiarkan hal itu terjadi.
“Zedd. Menurutmu dia bagaimana?”
Aku sedikit kaget karena Al memulai percakapan dengan membahas Zedd.
“Dia baik.”
“Ya kurasa juga begitu.”
“Mengapa kau bertanya tentang Zedd?”
“Entah. Mungkin karena aku menyukainya.”
Mataku terbuka lebar. Jiwaku tersentak kaget, dan segala dalam tubuhku tidak berjalan normal. Al menyukai Zedd?
“Sejak kapan?”
“Sejak dia memperkenalkan diri, kau kenal istilah love at the first sight? Mungkin seperti itu.”
“Lalu kamu mau apa dengan Zedd?”
“Aku akan berusaha mendapatkannya.”
Apa!
“Kau bercanda?”
“Untuk apa aku bercanda Nor.”
Aku segera duduk dan menghadap ke arah Al
“Kau baru 6 bulan putus hubungan dengan Rexy dan sekarang kau ingin mendapatkan orang lain?”
Kata-kata itu keluar begitu saja
“Adakah yang salah?”
Aku menyadari bahwa tidak ada yang salah, namun orang yang ingin di dapatkan oleh Al itu yang membuat segala sesuatunya salah.
“Kau mau membantuku mendekati Zedd?” Al bertanya dengan nada merayu
“Tidak.”
“Kenapa?”
“Aku berkata tidak maka itu tidak. Cepat habiskan minumanmu, pelajari dialoguemu, dan segeralah istirahat.”
“Ya baiklah.”
Aku tidur membelakangi Al. Aku ingin menangis seketika. Mengapa Al menyukai Zedd? Mengapa harus sahabatku sendiri?
***
Hari ini tidak ada kelas pagi, karena sekolah mengadakan persiapan pementasan drama musim semi. Kelas akan dimulai pukul 2 siang nanti.
Al sudah pulang pagi-pagi sekali, aku masih tidak bisa berkata apa-apa terhadap Al, aku hanya memasang senyum penuh kebohonganku kepada Al.
Norin. There’s someone his name is Zedd, he is looking for you by phone, go quickly answer it.”
Mrs. Chloe memanggilku dari depan pintu flat.
“Thankyou Mrs.Chloe,I’ll be there.”
Aku merapikan pakaian dan rambutku cepat-cepat.
“Halo?”
“Kenapa lama sekali?”
“Aku minta maaf, Al menginap di rumahku tadi malam. Jadi aku terlambat bangun.”
“Untung aku orang sabar.”
Aku tertawa kecil
Aku terdiam sejenak dan berfikir
Inilah saatnya
“Zedd.”
“Ya?”
“Apa kau mau datang ke rumahku?”
Tidak ada respon apa-apa dari Zedd
“Zedd?”
“Apa kau yakin?”
“Ya.”
“Baiklah, di mana alamatnya?”
***
Aku menunggu Zedd di luar gedung yang aku tinggali. Aku merasa ini waktu yang tepat untuk menceritakan segala sesuatu padanya.
Mobil merah Zedd datang. Aku menarik nafas dalam dan menghampirinya.
“Hai.” Sapaku lembut
“Kau sudah bisa percaya padaku?”
“Aku tidak pernah bilang bahwa aku tidak percaya padamu bukan?”
“Entahlah.”
Aku benar-benar gugup sekarang
Aku meraih tangan Zedd dan membawanya ke flatku
Flatku memang kecil, tidak ada ruang tamu, namun cukup nyaman. Ibuku yang menatanya sehingga terlihat lebih luas.
Zedd hanya diam tanpa berkata-kata apapun. Dan aku kesulitan untuk menebak isi hatinya.
“Kau mau berkata-kata sesuatu?” aku membuka pembicaraan
“Bisa kita duduk?”
“Ya.” Jawabku
Zedd melihat ruangan flatku dengan seksama. Ia mengambil nafas dan bersiap mengatakan sesuatu. Aku sungguh khawatir ia akan memakiku.
“Kau berbohong padaku?” kata-kata itu keluar dari mulut Zedd. Hanya 3 kata, namun tajam dan menggoresku sangat dalam
“Kau berkata kau tidak akan meninggalkanku.” Jawabku padanya
“Ya. Namun tidak untuk berbohong.”
Aku merasakan tubuhku bergoncang, ketakutan terbesarku akan segera melenyapkanku. Aku ingin menangis.
Zedd menggeleng-gelengkan kepala
“Apa yang mampu kau jelaskan? Norin Isabel Wensley?”
Aku mulai menangis
 “Berhenti menangis dan katakan sesuatu!!” aku merasakan bahwa Zedd ikut bergoncang, ada nada kecewa di dalam kata-katanya.
“Aku mengatakan bahwa, kau harus mempercayai dirimu sendiri baru kau dapat mempercayakan dirimu? Kau lupa? Lalu jika seperti ini apa kau sudah percaya pada dirimu sendiri!”
Seketika aku merasa ada tembok besar yang menghalangi kami berdua
Aku menarik nafas yang panjang dan dalam
“Ibuku meninggal 4 tahun yang lalu. Aku tidak punya Ayah, Ibuku melarikan diri dari rumah Ayahku, karena aku anak di luar pernikahan.”
Aku menarik nafas di sela-sela tangisanku
“Ibu tidak... Ibu tidak bercerita apapun tentang Ayah. Sampai sekarang aku tak tahu Ayahku siapa dan tinggal dimana. Aku menetap di sini sepanjang hidupku. Semenjak ibuku tiada aku tidak pernah membuka diri terhadap siapapun kecuali Al. Aku mendapat beasiswa 2 tahun yang lalu, namun itu semua tidak cukup untuk membiayai hidupku. Aku bekerja part time di Twist Resto sebagai cashier dan penyanyi di Via Luigi Resto. Aku memaksa otakku untuk dapat belajar dengan baik, karena itulah satu-satunya yang mampu kulakukan, aku harus lulus dengan baik.”
Aku menarik nafasku kembali, aku berbicara sambil terisak-isak
“Aku tidak memiliki siapapun selain Al. Dan akhirnya kau datang, aku merasa memiliki orang lain selain Al yang dapat kukasihi sepenuh hatiku. Aku tidak berniat membohongimu, karena itu akan percuma, aku tahu hari ini akan terjadi. Sungguh. Aku selalu takut jika akan berakhir seperti ini. Aku minta maaf.”
Nafasku tersengal-sengal, aku menarik nafas dalam. Dan memasrahkan hatiku pada Zedd. Aku tidak tahu apapun yang akan dia lakukan, namun aku menyiapkan diri untuk kemungkinan terburuk, ditinggalkan.
Aku tidak berani menatap Zedd. Namun Zedd tetap diam. Aku semakin yakin ia akan meninggalkanku.
“Kau anak bodoh.” Itulah kata-kata Zedd
Aku merasa jantungku mau terlepas.
Zedd meraih tanganku, lalu ia menarikku dalam pelukannya. Aku jatuh dalam pelukannya.
Aku semakin gugup. Karena tidak ada satupun kelegaan yang kurasakan, aku berfikir bahwa ini pelukan terakhir dari Zedd, sebelum ia meninggalkanku.
“Kau masih meragukan bahwa aku akan meninggalkanmu?”
“Aku tidak pernah mengingkari janji.”
Zedd melepaskan aku dari pelukannya, namun tidak melepaskan tanganku dari genggamannya.
“Aku tidak akan pergi. Aku berkata kau bodoh , karena kau memang bodoh, kau baru 17 tahun dan membahayakan dirimu dalam lingkar kekelaman. Membiarkan dirimu terkungkung kesedihan dan tidak membuka diri untuk siapapun? Kau pikir kau sehebat apa? Mencoba menggembleng otakmu agar bisa mendapatkan kedudukan tinggi di kelas? Membiarkan dirimu bekerja keras untuk mencari sesuap makanan, sementara tidak ada satupun orang yang paham kondisi dan situasimu?”
Aku memberengut kesal
“Kau terlalu muda untuk bersedih. Jika kau tidak ingin orang lain mengerti masa lalumu, setidaknya biarkan mereka menjadi temanmu. Kau sungguh, kau bodoh.”
Zedd melepaskan genggamannya, dan menghapus air mataku.
“Dibalik kebodohanmu, kau jauh lebih hebat daripada Zedd Dimitri Brown.”
Zedd memberikan senyuman terbaiknya padaku, aku merasakan bahwa tidak ada satupun beban di atas pundakku. Aku tersenyum karena aku bahagia.
“Aku mencintaimu Norin.”
Kali ini hatiku sangat ringan, aku bahagia, aku senang, dan tidak ada satupun yang mematahkan hal itu.
“Aku juga mencintaimu Zedd.”
***
Seluruh orang di dalam aula sekolah bertepuk tangan dengan meriah. Al dan teman-teman memang sungguh memberikan pertunjukkan terbaik malam ini. Pertunjukkan musim semi yang indah.
Zedd juga memberikan tepuk tangan yang meriah. Kami duduk bersama di barisan kursi tengah.
Semua orang langsung menyerbu pemain drama. Akupun juga begitu, aku segera menghampiri Al. Zedd juga ikut menghampiri Al.
“Lihat dirimu! Kau mengagumkan!” seruku pada Al. Aku memeluk Al erat dan Al membalas pelukanku.
“Aku bahagia sekali.” Respon Al
Kulepasakan pelukanku dan aku tersenyum pada Al. Aku mengagumi Al dalam hal seni, ia memang dialiri bakat seni oleh Ayahnya yang seorang arsitek.
“Kau mengagumkan Al.” Zedd menyalami Al, namun hal aneh terjadi. Al tidak menjawab Zedd, ia menyambut salam dari Zedd dan menarik Zedd dalam pelukannya.
Kau gila! Sentakku dalam hati.
Al memeluk Zedd lama dan Zedd tidak menarik dirinya sama sekali.Aku kesal melihat adegan seperti, aku menginjak sepatu Zedd. Dan berkata.
“Al kuajak kau makan, namun kali ini aku yang traktir.”
Al melepaskan pelukannya. Aku menggigit bibir sebagai tanda bahwa aku sangat kesal.
“Ayo!”
***
“Tidak kusangka kau memang berbakat dalam acting.” Kami sedang berada di restoran dekat dengan sekolah. Aku, Al, dan Zedd.
“Kau menyebalkan.” Sahut Al, sambil menyendok pastanya.
“Tapi kau memang berbakat.”
Zedd menyambungnya.
“Benarkah?” jawab Al dengan sangat gembira dan riang.
Perasaanku mulai terganggu. Mungkin ini disebabkan karena aku dan Zedd sudah memiliki status yang resmi.
“Ya.” Jawab Zedd singkat.
Aku mulai kesal dan merasa ini tidak benar dan tidak baik.
“Zedd, bisa kita bicara sebentar. Di luar, kau tidak apa-apakan Al jika kami tinggal sebentar saja.” Aku meminta tapi tidak menunggu respon apapu, aku meninggalkan tempatku yang semula dengan begitu saja, sehingga aku tidak dapat melihat ekspressi Zedd maupun Al.
“Jangan menghancurkan ini.” Zedd melangkahi aku untuk mengatakan sesuatu
“Menghancurkan apa?”
“Persahabatanmu dan Al.”
Aku merasa aneh dengan kata-kata Zedd. Aku tentu tidak mau merusak apapun, terutama persahabatanku dengan Al.
“Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?”
Zedd nampak kebingungan untuk menjawab pertanyaanku.Lalu ia menarik nafas.
“Jangan cemburu dengan sahabatmu, jangan kesal dengan sahabatmu.”
Oh hanya itu jawabannya.
“Kau kira aku kesal pada Al? Tidak! Aku kesal pada kondisi ini. Jika kau kutanyai hal seperti ini, kau akan menjawabnya atau tidak?”
Aku mengambil nafas sejenak.
“Apakah kau tahu Al juga menyukaimu?”
Zedd nampak terkejut, namun ia tetap diam.
“Hah. Kau tidak tahu. Hei..... tunggu dulu. Mengapa kau tidak tahu perasaan Al, kau itukan cenayang, kau tahu segalanya. Sama seperti saat kau berasumsi terhadapku dan kau mengetahui perasaan-perasaanku walaupun aku tidak memberitahukannya!?”
“Kau tidak memberitahuku apa-apa.” Respon Zedd begitu memalukan, itu bukan respon yang kuinginkan.
“Apa aku perlu memberitahumu?”
“Jika kau mengasihi Al, ya kau perlu.”
Zedd melangkahkan kakinya satu langkah lebih dekat.
“Kau memang benar-benar bodoh. Bisa kau bayangkan jika kau memberitahuku bahwa Al menyukaiku? Aku akan segera menghentikannya. Aku tidak suka menyakiti hati wanita dalam-dalam. Lebih baik ia kuhentikan sebelum ia semakin menjadi-jadi. Jika aku salah, katakan sesuatu.”
“Bagaimana caraku memberitahumu? Al baru mengutarakan persaan yang dipendamnya tadi malam.” Itulah bisikan hatiku. Tapi aku tetap diam agar Zedd melanjutkan perkataannya.
“Baiklah. Kurasa aku tidak salah. Satu lagi, tentang aku yang dapat berasumsi padamu dan mengetahui perasaan-perasaanmu tanpa kau memberitahuku, aku tidak tahu. Mungkin karena aku mencintaimu, dan aku tidak mencintai Al.”
“Apa-apaan ini!”
Jantungku seperti mau terlepas.
 Aku dan Zedd menoleh ke arah datangnya suara. Al sudah ada di sana, sekitar 3 meter dari kami.
Aku tidak mau kehilangan Al, aku tidak mau kehilangan Zedd. Aku kebingungan, aku malu menatap Al.
Al melangkah mendekati kami berdua. Rasanya seperti aku mau bertelut di depan Al, dan memohon jangan meninggalkan aku.
“Kau mau memelukku sekarang Norin?” Kata-kata itu keluar dari mulut Al. Ia mengucapkannya dengan nada yang kasar dan tinggi.
“Kau mau memelukku agar kau bisa mencabikku dengan leluasa??! Aaaah, seharusnya aku tahu. Saat aku bertanya bahwa, apakah Zedd tampan kau langsung menjawab tidak. Kupikir kau tidak akan berubah pikiran Nor.”
Al mulai menangis.
Akupun ikut menangis.
“Kau mau menjelaskan hal yang tidak kuketahui sebelumnya, atau kau mau menamparku sekarang!! Jawab aku!!”
Tangisan Al pecah. Aku tidak pernah melihat Al menangis seperti ini, aku sudah tidak memperdulikan keberadaan Zedd.
“Aku...... aku minta maaf.”
Aku kebingungan sekarang, aku kebingungan, aku sangat kebingungan! Aku tidak memiliki siapapun selain 2 orang yang ada di depanku ini. Al begitu kukasihi, dan Zedd begitu berharga.
“Dan kau Zedd. Mengapa kau tidak menghargai usahaku!! Kau tidak mengerti apapun dengan yang kulakukan padamu hah?”
Aku bertelut di kaki Al. Zedd memegangiku namun kulepaskan tangannya.
“Aku mencintainya Al. Aku mencintainya.”
Al dan Zedd tidak berkata-kata apapun
“Aku tidak ingin kehilangan apapun, terutama kau. Jika kau tidak bisa memiliki Zedd akupun juga begitu.”
Zedd sangat kaget, namun Al tertawa.
“Kau paham apa yang kau maksud Norin! Tarik kembali ucapanmu!!” Zedd membentak padaku
“Jangan membentakiku!!!” Aku balas meneriakinya
Al tertawa dengan penuh penghinaan.
“Bangun Nor. Bangun!” Al menarik tanganku dengan kasar agar dapat berdiri
 Aku berdiri dengan kaki timpang
Setelah aku dapat berdiri dengan baik
Plak!
Al menamparku. Aku memegangi pipi yang menjadi sasaran tamparan Al, dan aku berkata pada diri sendiri bahwa aku kehilangan Al.
Zedd memegangi tangan Al dengan gemetar.
“Kau pikir kau siapa? Gunakan tanganmu untuk memberi bukan menyakiti!” Zedd memarahi Al
“Zedd lepaskan tangan Al. Sekarang!”
Al menyeringai
“Kau tidak akan kehilangan aku Norin, aku tidak akan kemana-mana, seterusnya, dan selamanya. Namun yang kukhawatirkan adalah dirimu, bahwa kau yang akan meninggalkan aku. Aku menamparmu karena aku ingin menunjukkan padamu rasa sakitku yang sekarang. Kau tahu? Akulah yang berbuat salah. Aku mencintai kekasih sahabatku. Wah, itu kedengaran sangat kejam, bukan begitu?”
Al berhenti untuk menarik nafas panjang di tengah tangisannya
“ Biarkan aku sendiri.Jangan cari aku, jika kau mencari aku, aku akan meninggalkanmu. Tetaplah bersama Zedd, jangan tinggalkan dia karena kau merasa tidak enak denganku, kau tahu kenapa? karena dia cahaya kegelapanmu, benar begitu?”
Al bernafas sejenak
“ Aku akan pergi.”
Al melangkah menjauh dari kami. Tangisanku pecah, aku berteriak untuk memanggil nama Al, namun ia tidak berbalik badan atau meresponku.
Aku merusak hatinya, bahkan saat hatinya rusak, ia masih memperdulikan aku agar tetap bersama Zedd. Aku merasa rendah dan hina.
***
“Al ada di rumah?”
Aku menelfon Zedd pagi-pagi.
“Ia pergi ke Roma untuk 3 hari kata penjaga rumahnya.”
Roma? Aku sudah tidak bertemu dengan Al 1 minggu, dia bolos sekolah dan sekarang aku harus menunggu 3 hari lagi. Aku mencari Al hanya diam-diam, bertanya kabarnya dari Zedd atau Mr.Jo penjaga rumahnya, aku juga takut jika aku mencarinya dan menemuinya aku akan ditinggalkan.
“Zedd.”
“Ya.”
“Apa menurutmu aku teman yang hina?”
Terdengar Zedd menghembuskan nafasnya. Aku tertekan sekarang.
“Kau mengomentari dirimu sendiri, lagi.”
“Aku merasa tidak pantas.”
“Usahakanlah agar semua menjadi pantas kembali.”
“Apa masih bisa?”
“Entahlah. Tapi kau bisa mengubahnya. Al terlalu percaya pada dirimu maka kau harus percaya pada dirimu juga.”
“Cinta tidak pernah salah, ia salah ketika menyakiti orang lain. Karena itu dimensi lain, yang harus dipertanggung jawabkan.”
“Aku akan berusaha semaksimal mungkin. Aku tutup dulu telfonnya, jaga dirimu baik-baik.”
“Terimakasih Zedd.”
***
Aku merasa kesal, karena aku terus bertanya-tanya kapan Al akan menghubungiku. Aku tidak mau salah bertindak, aku kesal dan lelah. Aku berputar pada lingkaran yang kubuat sendiri, aku lelah.
Seseorang mengetuk pintu flatku, aku membukakan pintu untuknya.
“Norin, there’s someone looking for you. At the first floor.”
“Yes Mrs.Chloe, i got it.”
Aku tersenyum pada Mrs.Chloe, dan bergegas turun ke lantai satu.
Al.
“Duduklah.” Al menyuruhku untuk duduk di kursi yang sudah ada
Aku tidak tertarik untuk membuka percakapan karena aku terlalu takut
“Kau pasti tahu kalau aku pergi ke Roma. Apakah kau mau tahu yang aku dapatkan di Roma?”
Aku menganggukkan kepala
“Cinta dan persahabatan. Persahabatan itu indah, kasih tanpa kompromi. Cinta itu 2 sisi, ia bisa memaksamu untuk jatuh dalamnya jika kau berusaha menolak atau melarikan diri. Namun 2 hal itu menarik.” Ia menghentikan kata-katanya
“Bukankah aku sahabatmu Nor?”
Aku menganggukkan kepala
“Aku tidak sakit hati padamu Norin. Akulah yang tidak pandai membaca keadaan.”
Aku menggelengkan kepala
“Ya tentu, aku tidak pandai membaca keadaan. Keadaan bahwa kau juga menyukainya. Dan aku...”
Al menarik nafasnya
“Aku akan berhenti untukmu. Aku berhenti menyukai Zedd untuk selamanya.”
Aku terkejut dengan kata-kata Al.
“Jika aku sudah berakata seperti ini, kau tentunya tidak boleh berhenti untuk mencintai Zedd. Jika kau berfikir sedikit saja untuk berhenti mencintainya, aku akan merebut posisimu. Dan kau tidak perlu takut, aku tidak akan kemana-mana, walaupun kau meninggalkanku, aku tidak akan kemana-mana dan aku akan menunggumu pulang, untuk berbagi keceriaan dan kesedihan bersamaku lagi.”
Aku mulai menangis lagi
“Hentikan. Aku datang kesini tidak untuk segala macam bentuk tangisan.”
Aku tertawa dan aku bahagia. Al adalah mutiara, ia selalu bersinar dalam hal apapun. Aku mendekat pada Al dan memeluknya.
“Terimakasih. Terimakasih.” Bisikku pada Al.
***
“Apa kau siap?”
Hari ini Zedd mengajakku untuk bertemu keluarganya. Aku sangat gugup. Aku tidak membayangkan jika aku tidak di terima oleh keluarga Zedd, melihat masa lalu dan kehidupanku yang sekarang, aku tidak yakin aku akan mendapatkan tempat di dalam keluarga Brown.
“Tidak. Tapi aku akan berusaha.”
Zedd menggandeng tanganku memasuki halaman rumahnya. Rumahnya sangat besar, terdapat taman dan air mancur di tengah-tengahnya. Penjaga rumah Zedd juga sangat banyak, mereka berpakaian seragam rapi dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Saat aku memasuki rumahnya. Pilar-pilar tinggi menyambutku. 2 tangga yang sangat besar juga ikut memberi sapaan padaku. Jendela besar, penerangan yang ajaib, dan koleksi guci-guci dari seluruh dunia membuatku ingin muntah.
Nampaknya Zedd mengerti jika aku gugup. Ia menggandeng tanganku lebih erat lagi.
“Jangan gugup, kecantikanmu akan hilang.”
Aku berusaha mengatur nafas. Dan sampailah kami ke dalam ruangan yang cukup besar. Ruang kantor Ayah Zedd. Seorang paruh baya nampak sudah menunggu kami berdua. Ada 2 orang penjaga lagi di dalam ruangan, 1 pria dan 1 wanita. Itu melegakanku sehingga aku tidak terlalu gugup bahwa akulah satu-satunya wanita di sini.
Pria itu nampak mirip dengan Zedd. Ia rapi dan tampak berwibawa.
“Silakan duduk.” Ia mempersilakan kami berdua untuk duduk.
“Jadi ini pertama kalinya Zedd membawa wanita ke hadapanku.”
Aku melihat ke arah wajah Zedd. Zedd berlagak polos. Namun aku merasa istimewa dapat menjadi yang pertama.
“Perkenalkan dirimu?”
“Saya Norin sir.
“Norin? Nama yang unik.”
Akupun tersenyum, ini lebih melegakan dari pada sebelumnya.
“Saya teman sekelas Zedd.”
“Dia anak yang pintar Ayah.”
Aku menepuk pelan tangan Zedd
“Saya masih belajar.”
Ayah Zedd mengangguk-anggukkan kepala dengan tersenyum.
“Oh ya, siapa nama lengkapmu?”
“Norin Isabel Wensley.”
Pria itu nampak terkejut dan memajukan posisi duduknya
“Siapa?” katanya
“Nor..”
“Bukan. Nama belakangmu..”
“Wensley.”
Ayah Zedd bangun dan berdiri, membalikkan badannya membelakangi kami, aku dan Zedd ikut berdiri.
“Ada apa Ayah?”
“Ibumu Stephani Wensley.”
Mataku terbelalak kaget. Ibu memiliki sedikit kolega dalam hidupnya, apalagi seperti Ayah Zedd, pemilik perusahaan berlian besar.
“Iya.”
Zedd juga nampak bingung.
“Kau tinggal di mana sekarang?”
“Saya tinggal di daerah Via Siria.”
Pria itu membalikkan badannya. Lalu berbicara menghadap Zedd
“Zedd kita bisa pulang ke Manchester.”
Zedd sangat tersentak. Ia melangkah mendekati Ayahnya. Aku merasa tidak ada yang beres sekarang.
“Apa maksud Ayah?”
“Kau ingat? Kita datang ke Genoa untuk urusan keluarga? Urusan keluarga kita sudah selesai.”
Pria itu melangkah mendekatiku. Aku sungguh takut sekarang. Ia berhadapan denganku , lalu memegang bahuku dan bersiap mengatakan sesuatu.
“Ayah menemukanmu.”
AYAH!!?
Ayah apa?
“Ayah datang ke Genoa, karena menemukan petunjuk dari ibumu. Ia memang tidak pandai melarikan diri. Ayah sangat menyesal karena tidak dapat melihat tumbuh kembangmu, sekarang kau pasti berumur 17 tahun. Ya, kau memang beda 2 tahun dari kakakmu, Zedd.”
KAKAK!!!?
KAU GILA?!?
Aku melepaskan tangan pria itu dari bahuku.
Aku hanya melihat tepat dimata pria itu. Dunia seakan berhenti berputar. Mata itu, mata pria itu sangat mirip dengan Zedd, mata itu juga mata yang sama denganku! Itu mengapa aku seperti sudah mengenal Zedd sebelumnya saat ia masuk ke kelas untuk pertama kali.
“Kau bisa pulang bersama kami ke Manchester, Ayah senang kau di sini. Pulanglah bersama Ayah dan kakakmu. Dan satu hal lagi. Ibumu menamakanmu Norin? Kupikir karena dia membalik nama Ayahmu ini, namaku Rinno Alexis Brown.”
Aku membuang nafasku, dan aku mulai menangis.
“Untuk apa kau menangis. Kau sudah di rumah.” Kata pria itu padaku
“Kau pikir ini rumahku? Kau muncul setelah aku berusia 17 tahun?  Kau merasa pantas mengajakku pulang? Kau membiarkan ibuku melarikan diri dari Manchester sampai Genoa seorang diri? Membawa bayi? Kau membiarkan ibuku menangis dan berusaha sendirian? Laki-laki macam apa dirimu?”
Aku menoleh ke arah Zedd. Badannya bergetar hebat, aku tahu dia akan menangis.
“Kau tahu? Aku mengusahakan hidupku seorang diri dalam 4 tahun terakhir? Aku menjadi chasier dan penyanyi cafe. Kau tidak merasa bersalah? Kau menghancurkan hidupku.”
Pria itu mau memegang tanganku. Namun aku menepisnya.
“Aku rindu ibuku!!”
Aku menangis dengan keras, sekeras mungkin yang aku bisa. Aku meluapkan segala yang kurasakan selama 17 tahun, aku mengingat betapa memalukannya diriku saat ditanyai “siapa Ayahmu”. Aku ingat apa alasan terbesarku bersembunyi di balik buku-buku belaka. Saat aku terlalu selektif memilih pertemanan, dan terkungkung dalam penjara yang telah di buat sepanjang hidupku. Sampai pada kematian ibuku, ibukku meninggal dengan membawa rasa malu sejak aku di lahirkan.
“Aku ingin pulang!”
Aku segera berdiri, menghapus air mataku dan berlari keluar, aku ingin pergi dari neraka ini. Aku berlari dengan masih menangis.
Seseorang menarik tanganku saat aku sudah berada di luar halaman rumah itu.
Ia menarik tanganku dan memelukku dengan erat.
“Ini tidak mungkin. Ayahku pasti bercanda.”
Zedd menangis, inilah kali pertamanya aku melihat Zedd menangis.
“Kau tidak boleh pergi, aku membutuhkanmu. Aku mencintaimu. Kita tidak ada ikatan saudara sama sekali, percayalah. Kau mau percaya padaku, atau kepada Ayahku yang baru saja kau temui? Kau tidak boleh pergi!!”
Kami menangis bersama di jalan layaknya orang gila. Namun orang gila mana yang merasakan cinta se dalam ini?
Hatiku hancur mengetahui hal ini. Hatiku hilang lagi seperti sebelum mengenal Zedd atau saat ibuku pergi meninggalkanku.
Dan aku hampir gila.
“Aku harus berbuat apa?” suaraku lirih, sangat lirih
“Jangan pergi.”
Melihat Zedd yang begitu hancur, rasanya seperti ingin membakar diri kami berdua. Agar apa yang kurasakan berubah menjadi debu yang akan tertiup angin dan hilang entah kemana.
Aku melepaskan pelukan Zedd. Aku mau pergi, aku harus pergi. Zedd menghalangiku untuk pergi namun aku berlari lebih kencang agar Zedd tidak bisa menghalangiku. Aku tidak berani menoleh ke arah belakang, karena itu akan membuatku tertarik kembali.
Dia pelita pengharapan, yang telah padam.
***
“Zedd kakakku, Zedd kakakku, Zedd kakakku.”
Dan aku tertawa.
“Aku mau minum lagi.”
Al menarik tanganku agar aku terduduk lagi.
“Kau gila? Kau pikir masalahmu akan selesai jika kau membuat dirimu sendiri dalam halusinasi?”
Aku tidak bisa berhenti tertawa
“Norin!”
Aku menggebrak lantai flatku
“Jangan panggil aku Norin! Panggil aku Isabel, Norin itu kejam dan jahat. Aku ingin menghapusnya dalam kehidupanku.”
Al terdiam.
Aku menatap Al dengan tatapan kepasrahan
“Rasanya seperti teriris oleh pisau belati. Sampai aku ingin berkata “berikan pisau itu padaku, biar aku mengirs diriku sendiri.” Hahaa.. kupikir ini akan baik, kupikir dia baik, kupikir akan membaik. Tapi Apa!”
Aku mulai menangis lagi
“Dia kakakku.”
“Kakak tiriku. Anak dari orang yang paling kubenci di dunia ini. Aku harus apa Al?”
Aku menarik nafas panjang
“Aku sekarat.”
Aku melihat Al mengatupkan mulutnya keras-keras.
“Aku ingin pergi dari sini, pergi jauh dan tidak kembali.”
“Lalu bagaimana dengan Zedd?”
“Aku orang pertama yang tidak berani menatap wajahnya.”
“Kau tidak kasihan padanya?”
“Aku sudah terlalu kasihan! Dia sudah padam untukku, dia harus tetap menyala dalam hal lain. Aku ingin pergi, jika dia mengetahui bahwa aku pergi, itu akan menyiksaku. Aku berkencan dengan orang yang sedarah denganku? Hah! Apa aku sudah gila?
Bantu aku Al, aku ingin pergi.”
***
Apa yang aku alami seperti ini.
Aku jatuh, terkungkung, dan bangkit, lalu terjatuh lagi dan dipastikan akan terkungkung lagi. Aku tidak tahu kapan aku akan bangkit, namun yang lebih kupastikan adalah aku akan terjatuh lagi.
Seberat apa itu hidup? Aku tidak menyadarinya. Aku melangkah dalam jalur yang sudah di sediakan, wilayahnya gelap sehingga aku membutuhkan cahaya. Ada satu cahaya yang tidak pernah padam, cahaya itu ada dalam hatiku. Cahaya lainnya? Ada. Cahaya itu tersebar dan tertanam di sepanjang jalan, yang selalu menerangi langkahku. Satu persatu cahaya itu kulewati demi langkahku untuk maju ke depan. Jika aku ingin menghemat cahaya yang ada tentunya langkahku tidak akan pernah maju.
Aku tidak pernah ingin menyalahkan siapapun lagi, termasuk situasi. Aku dilahirkan seperti ini, aku dididik seperti ini ,dan dihajar seperti ini. Hanya sedikit orang yang kucintai, maka dari itu, cahaya cahaya tersebut, kucabut dari dalam tanah dan menanamkannya di dalam hatiku. Jika cahaya-cahaya itu mati, akupun juga akan begitu. Tidak ada yang kuharapkan lebih lagi, aku hanya ingin melihat ujungnya.
Aku putus asa.
***
Aku melarikan diri ke tempat yang sangat jauh dari Genoa. Aku tinggal di daerah Raffles Ave, Singapura. Dari Eropa ke Asia, Al sangat membantuku, ia membantuku untuk membuat passport dan membuat kewarganegaraanku di sini, ia bahkan sampai pindah rumah sementara waktu ke Roma, untuk menghindari Zedd, aku yang menyuruhnya untuk tidak memberitahukan apapun pada Zedd, aku akan selalu merindukan Al.
 Aku memutuskan untuk tidak akan kembali ke Genoa lagi. Jadi, aku yang akan menunggu Al untuk mengunjungiku. Aku bersekolah dan bekerja di sini, Singapura sama kecilnya dengan Genoa, jadi aku mudah untuk menghafalkan tempat. Al sering memberiku kabar lewat surat 1 minggu sekali, biasanya hari Sabtu, agar jika aku membacanya, itu merupakan motivasiku untuk 1 minggu ke depan. Dan hari ini hari Sabtu seharusnya surat dari Al sudah datang.
“This is for you Ms.Isabel.”
“Thankyou.”
Mr.Go Chan memberikan sepucuk surat padaku.Mr.Go Chan adalah pemilik flatku yang baru. Melihat Mr.Go Chan aku mulai rindu dengan Mrs.Chloe.
Aku masuk ke dalam flatku. Duduk di sebuah kursi di depan meja kecil. Dan membuka surat itu.
“Hai Nor. Aku baik-baik saja, namun ada seseorang yang mengancam membunuhku jika aku tidak menyertakan rekaman suaranya padamu.”
Aku membuka surat itu lebih lagi, dan menemukan sebuah mp3 player.
Aku mulai mendengarkannya
“Kau bodoh.
Bukankah sudah ku katakan bahwa kau tidak boleh pergi?”
Zedd.
“Aku mencarimu dari ujung Genoa sampai ujung lainnya, bahkan teman gilamu ini tidak memberitahukan keberadaanmu, sama sekali. Kau tidak memberikanku ucapan selamat tinggal? Kau pergi begitu saja? Bahkan kau tidak membawa barang-barang apapun bersamamu. Sebegitukah kau ingin meninggalkanku? Kau tahu betapa aku hampir gila mencari dimana keberadaanmu?”
Suaranya bergetar
“Kau tahu betapa aku ingin bertemu denganmu, memelukmu, menghapus air matamu.  Aku hampir gila karena keputusanku mencintaimu. Aku berharap tidak pernah bertemu dengamu dari pada harus kehilanganmu. Aku menyerah pada diriku sendiri untuk menemukanmu. Aku berdebat hebat dengan Ayah dan Ibuku demi kau, tapi kau pergi meninggalkanku. Aku berusaha untuk tidak memperdulikan bahwa aku punya ikatan darah denganmu, dan kau adikku. Tapi kau meninggalkanku. Kau tahu seberapa kerasnya usahaku, rasanya aku ingin melompat dari gedung tertinggi agar tidak merasakan cinta seperti ini. Tapi kau dimana? Kau dimana?”
Zedd mulai menangis. Aku merasa ingin bertemu dengannya untuk menangis bersamanya.
“Namun, waktu menyadarkanku dalam banyak hal. Dan hal terbesar adalah, aku tidak bisa bersama denganmu.”
Aku menangis untuk kesekian kalinya
“Bukankah kau Adikku? Bukankah kau juga kekasihku? Untuk keduanya aku ingin mengatakan banyak hal,
 aku tidak akan lagi mencarimu.
Aku berharap untuk tidak bertemu denganmu lagi, karena itu akan menyulitkanku untuk melupakanmu dan mempermudahku untuk berlari dan mendapatkanmu. Dan sebagai adikku...”
Zedd menarik nafasnya panjang-panjang
“Aku tidak akan pernah menjadi kakakmu. Aku tidak pernah memilih untuk menjadi itu. Tapi kau harus jaga dirimu baik-baik, dengarkan aku
kau tidak boleh mabuk, kau harus pulang paling lambat pukul 8 malam, cari teman sebanyak-banyaknya,tapi jangan berteman dengan orang yang salah, kucirlah rambutmu jika pergi ke sekolah, catat dengan rapi apa yang gurumu katakan, tidurlah dan jangan paksa dirimu untuk terus belajar sampai pagi, berolahraga dengan rutin, jika kau merasa nyeri di kakimu oleskan minyak yang biasa, makanlah dengan teratur, potong rambutmu jika sudah mengganggu pengelihatanmu, jangan paksa dirimu jika kau sudah lelah untuk bekerja, berdoalah setiap hari, pakai pakaian hangat dimusim dingin dan pakaian dingin dimusim hangat, tapi jangan yang terbuka, bekerja keraslah, tertawa dan tersenyum sebanyak –banyaknya, jika kau menangis jangan menangis sendirian, pergi dan cari udara segar, jadilah juara kelas, dan jangan bermimpi mendapatkan kekasih bila sekolahmu belum selesai. Aku kakak yang baik bukan? Jangan pernah cari aku, hiduplah dan bersenang-senanglah
aku merindukanmu.”
Rekaman itu berhenti.
Aku menelungkupkan wajahku ke dalam tangkupan tangan untuk menangis lagi.
***
Dia memang cahaya, tapi dia bukan cahaya yang tersebar dan tertancap di pinggir jalan. Dia cahaya yang ada di dalam hatiku.
 Aku tidak pernah bermimpi untuk dapat merasakan hal seperti ini. Karena sesunggunya ini memang nyata.Aku lebih mempercayainya dari pada aku mempercayai diriku sendiri. Aku tidak yakin aku tidak akan bertemu dengannya lagi walaupun kami tidak saling mencari, tapi untuk apa berharap untuk bertemu.
Dia selalu ada bersamaku,
di dalam hatiku.









***
Key said: So, thankyou for requesting Sekar! Hope you like it!! And i’m sorry it needs about 1 year to finish it haha. Btw Happy new year 2015. And may you have a special year ahead! xoxo